Ketika terjadi ketegangan di Semenanjung Korea pada September 2015 lalu, Seoul sempat dibuat cemas karena mereka tidak bisa memantau sejumlah pergerakan kapal selam Korea Utara. Setelah ketegangan luruh Korut meminta maaf karena 70% dari armada kapal selam mereka menghilang dari radar Korea Selatan, yang berarti Korea Utara telah dikerahkan sekitar 50 kapal.
Armada bawah laut Pyongyang terdiri dari kapal selam diesel yang sudah jompo dan berkarat dengan kemampuan terbatas untuk pertahanan pesisir dan sedikit kemampuan ofensif.
Korea Utara memiliki sekitar 70 kapal selam dalam armadanya. Dari jumlah itu 20 armada adalah kapal selam kelas Romeo yang dibangun dengan teknologi 1950-an. Sementara 40 yang lain adalah kapal kelas Sang-O yang dikembangkan sendiri oleh Korut untuk penyisipan pasukan khusus ke Korea Selatan serta untuk menebarkan ranjau. Sisanya lagi diduga terdirid ari kapal selam cebol kelas Yono yang memiliki jangkauan, senjata dan kemampuan menyelam terbatas.
Semua kapal selam diesel-listrik ini sudah sangat tua. Dengan demikian, kapal selam hanya bisa berada di air dalam beberapa hari saja untuk kemudian harus munculke permukaan. Dan ini tentu akan menjadikan Korsel mudah untuk menentukan posisi mereka.
Meskipun sudah jompo dan berteknologi relatif rendah, kapal selam ini masih bisa menjadi ancaman bagi Korea Selatan dan bisa menyebabkan kerusakan besar untuk kapal Korea Selatan serta mengganggu pengiriman seluruh semenanjung. Pada tahun 2010 misalnya, sebuah kapal selam Korea Utara menghancurkan Cheonon, sebuah kapal angkatan laut Korea Selatan. Serangan itu menewaskan 46 pelaut Korea Selatan.
Tenggelamnya Cheonon adalah pengingat gamblang tentang tantangan asimetris yang besar dari Korea Utara.
Mereka bahkan memiliki beberapa keunggulan taktis dibandingkan kapal selam nuklir. Kapal selam diesel secara signifikan lebih tenang daripada kapal yang lebih canggih. Meskipun mereka tidak dapat beroperasi dengan baik di laut terbuka, Korea Utara masih bisa menanam kapal selam di sepanjang rute transportasi dan perdagangan pesisir utama tanpa Seoul mampu mendeteksi mereka.
“Kapal selam seperti ini sangat tenang. Jika ditaruh di perairan pesisir sibuk maka untuk menemukannya seperti mencoba untuk mengidentifikasi suara mesin mobil dalam kota besar,” kata Laksamana Frank Drennan dari Angkatan Laut Amerika pada Maret 2015. Dengan alasan inilah armada kapal selam tua Korea Utara masih menakutkan bagi Korea Selatan.