Site icon

First In, Last Out: Misi Maut Weald Weasel F-105 di Vietnam

Selama Perang Vietnam ancaman utama untuk pesawat adalah serangan dari V-750 (S-75) Dvina, rudal permukaan ke udara Soviet. Lebih dikenal dengan sebutan NATO SA-2 Guideline , rudal ini dikembangkan pada pertengahan 1950-an dan digunakan untuk menembak jatuh pesawat U-2 di atas Uni Soviet yang dipiloti Gary Powers pada tahun 1960 dan U-2 di atas Kuba dengan pilot Mayor. Rudolph Anderson pada tahun 1962.

Vietnam Utara mulai menerima SA-2 tak lama setelah dimulainya Operasi Rolling Thunder pada 24 Juli 1965. SA-2 Guideline kemudian menembak jatuh sebuah F-4C USAF. Pesawat pertama dari 110 pesawat USAF yang jatuh dengan SAM di Asia Tenggara.

Akibat kedatangannya SA-2 Amerika nyaris menghentikan operasi udara di Vietnam Utara. Pada kenyataannya saat terbang rendah untuk menghindari SAM, pesawat pembom tempur lebih rentan terhadap senjata artileri anti pesawat atau anti-aircraft artillery (AAA) yang memaksa mereka untuk membuang bom mereka lebih awal atau menjatuhkan mereka secara tidak akurat.

Selain itu, situs SA-2 dikelilingi dengan AAA, yang membuat mereka semakin berbahaya. Dan ini dibuktikan dengan tingginya jumlah pesawat AS yang jatuh ketika serangan pertama terhadap dua baterai SAM pada 27 Juli 1965. Saat itu 6 dari 46 F -105 terlibat dalam misi ditembak jatuh dan banyak lagi yang rusak oleh AAA.

SA-2 Guideline

Untuk menekan dan menghancurkan ancaman ini, Angkatan Udara AS akhirnya memunculkan apa yang dikenal dengan Wild Weasels yang tidak hanya terbang dalam misi paling berbahaya di Asia Tenggara tetapi juga menjadi pelopor dari misi Suppression of Enemy Air Defenses (SEAD)

 Next: Dua Pesawat, Dua Tugas
F-100F

Misi Wild Weasel pertama diterbangkan pada musim gugur 1965. Konsep ini menggunakan dua pesawat dengan tugas  satu harus mencari baterai SAM sementara yang lain harus secara fisik menghancurkan mereka .

Pesawat pertama yang  bertugas untuk memburu SAM, adalah F-100F yang diplot untuk mencari target sementara F-105 diberi tugas untuk menghancurkan. Pada bulan Januari 1966 pesawat dua kursi F-105F dipilih untuk menggantikan F-100F untuk meningkatkan kinerja tim.

Republic F-105 dirancang untuk menggantikan F-84F sebagai pembom tempur untuk Tactical Air Command (TAC) dan berkat avioniknya yang Thunderchief memiliki kemampuan tinggi dalam semua cuaca.

Untuk menjadi Wild Weasel, pesawat yang dijuluki dengan “Buk” oleh para awaknya ini dilengkapi dengan ATI (Applied Technologies Inc) yang terutama mengandalkan perangkat RHAW (Radar Homing And Warning) untuk memantau frekuensi radar yang berbeda. Pesawat ini resmi disebut EF-105F dan secara resmi ditunjuk F-105F WW-III (WW-III bermakna Project Wild Weasel III).

Untuk menghindari overflight dari target oleh F-105F, Angkatan Udara AS mempersenjatai varian Thunderchief ini dengan rudal anti-radiasi AGM-45 Shrike yang bisa diluncurkan untuk menghantam target pada jarak  hingga 10 mil dengan kecepatan tinggi. Rudal memiliki waktu penerbangan kurang dari enam puluh detik. Meskipun fiturnya cukup baik

Ted Spitzmiller dalam bukunya Century Series The USAF Quest for air supremacy 1950-1960, Shrike memiliki tingkat membunuh hanya 25 persen karena fragmentasi hulu ledak kecil dan serangan ke target sering diperlukan untuk menghancurkan sisa kompleks setelah AGM-45 hanya merusak sebagian dari target.

 Next: First In, Last Out
F-105F

F-105F terbang pertama dalam misi Iron Hand di pertengahan 1966.  Ini adalah misi yang paling berbahaya dari perang karena Wild Weasel harus tiba di daerah sasaran sebelum pasukan tempur lain dan tetap tinggal di medan perang sampai semua pesawat menyelesaikan serangan mereka (Inilah yang menjadikan motto mereka “First In, Last Out ” sehingga peluang mereka terkena tembakan musuh (bisa pesawat MiG, AAA dan SAM) lebih lama daripada yang lain.

Kekuatan pesawat serangan harus masuk dan keluar secepat mungkin sementara Weasel harus bertahan untuk waktu yang lama.

Setelah sebelumnya terbang dengan F-100F, Kolonel Edward Rock kemudian menerbangkan “Buk” pada misi Iron Hand. Dia menulis pengalamannya sortie pertamanya dengan F-105F dalam bukunya First In, Last Out:

“Misi tempur pertama saya pada 11 Juli 1966. Dan itu biasa-biasa saja kecuali itu adalah pertama kalinya aku melihat Radar Homing dan tanda peringatan yang menyala seperti pohon Natal saat radar mencoba untuk melacak. Selain itu, setiap radar membuat suara sendiri.

Radar SAM tanda aural yang sangat khas yang terdengar seperti ular yang akan menyerang. Lampu dan suara yang cukup untuk menakut-nakuti Anda. ”

Tetapi tahap awal Wild Weasel tidak sukses. Tingkat kerugian masih tinggi. Pada bulan pertama dari misi ini yakni pada bulan Juli 1966, sebelas pesawat aktif di Vietnam, tapi dalam satu bulan lima hilang akibat ditembak musuh. Untuk mengurangi kerugian, beberapa perbaikan dilakukan, seperti penggunaan rudal AGM-78 Standard dengan hulu ledak 220 pon yang bisa ditembakkan dari jarak 60 mil.

Namun fitur yang paling penting adalah pengenalan pod ECM ALQ-101 untuk mengurangi efektivitas radar pertahanan. Setelah pod ini dipasang secara permanen, F-105F kemudian ditunjuk sebagia F-105G.

F-105G.

Namun, meski dengan semua perbaikan ini  misi Weald Weasel tetap menjadi teknis yang berisiko untuk awak pesawat F-105. Tetapi tindakan mereka menjadi kunci penting kesuksesan serangan target penting.

Seperti yang terjadi pada Merlyn Dethlefsen dan petugas EWO (Electronic Warfare Officer) Mike Gilroy, Maret 1967: “Meskipun pesawat rusak oleh AAA, mereka tetap berhasil menghancurkan situs SAM dan AAA di sebuah daerah hingga memungkinkan pesawat pembom tempur untuk menyerang target industri yang penting tanpa kehilangan atau kerusakan [pesawat]. ”

 

 

Exit mobile version