Menjelang turunnya keputusan pengadilan arbitrase atas gugatan Filipina terkait Laut China Selatan, Beijing menyatakan siap untuk memulai negosiasi dengan Filipina terkait sejumlah isu di wilayah yang dikonflikkan tersebut. Dengan syarat, negosiasi ditawarkan jika Manila mau mengabaikan keputusan pengadilan arbitrasi.
Tawaran Beijing itu terungkap dalam laporan surat kabar nasional China Daily Senin 4 Juli 2016. Kemungkinan ini menandakan China meyakini keputusan arbitrase akan memenangkan gugatan Filipina.
Filipina melayangkan kasusnya ke Pengadilan Arbitrasi Permanen di Den Haag dan keputusan diperkirakan akan dijatuhkan pada 12 Juli mendatang. Kasus itu melawan klaim China terhadap sebagian besar Laut China Selatan, perairan yang dilewati oleh kapal-kapal perdagangan senilai 5 triliun dolar AS setiap tahunnya.
China telah mengatakan bahwa mereka akan mengabaikan keputusan pengadilan itu yang disebut sebagai penghinaan terhadap ketentuan hukum internasional.
Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei menentang China di wilayah itu. Beijing telah menolak kasus arbitrasi itu dengan mengklaim bahwa pengadilan itu tidak memiliki wewenang dan mengatakan bahwa mereka ingin menyelesaikan permasalahan itu secara bilateral. Dalam beberapa minggu terakhir mereka telah meningkatkan kampanye propagandanya yang mencela hasil pengadilan kasus itu.
China Daily melaporkan negosiasi antara China dengan Filipina dapat mencakup sejumlah isu seperti pengembangan bersama dan kerja sama dalam penelitian ilmiah jika pemerintahan baru mengingkirkan hasil pengadilan sebelum kembali ke meja perundingan, demikian laporan Harian China.
Surat kabar berbahasa Inggris milik pemerintah China itu tidak menyebutkan narasumbernya namun menuliskannya sebagai seseorang yang “dekat dengan isu di antara kedua negara”.
“Manila harus mengabaikan hasil arbitrasi itu dalam sebuah pendekatan yang substantif,” tulis surat kabar itu mengutip seorang sumber.
Kementerian Luar Negeri China pada bulan lalu mengatakan bahwa kedua negara telah sepakat pada 1995 untuk menyelesaikan perselisihan di Laut China Selatan “dalam sebuah cara yang damai dan bersahabat melalui konsultasi dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat yang sama”.
China dan Filipina telah mengadalan banyak pertemuan dalam pengaturan yang pantas terkait perselisihan maritim, meskipun belum ada negosiasi yang dirancang untuk menyelesaikan perselisihan aslinya di Laut China Selatan, ujarnya.
Dalam kasus arbitrasi itu, Filipina menentang klaim China terhadap sebuah wilayah yang terpampang dalam peta mereka sebagai sembilan garis bentang yang membentang ke dalam jantung maritim Asia Tenggara, yang mencakup ratusan pulau dan karang yang disengketakan.
“Secara objektif pengadilan itu tidak memiliki wewenang atas perselisihan itu,” Sienho Yee, seorang profesor hukum di Institut Studi Perbatasan dan Kelautan di Universitas Wuhan, China, mengatakan kepada wartawan Reuters dalam wawancara yang diatur oleh pemerintah pada Jumat.
“Negosiasi telah disepakati sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan itu,” dia mengatakan.