Mental Perang Dingin Sudah Kuno
Xi Jinping

Mental Perang Dingin Sudah Kuno

Presiden China Xi Jinping menyatakan, konsolidasi dan pengembangan aliansi militer adalah bentuk mentalitas perang dingin yang tidak relevan lagi saat ini.

“China sangat menentang segala bentuk mentalitas perang dingin,” kata Presiden Xi dalam pidatonya pada peringatan 95 tahun kelahiran Partai Komunis China (PKT) di Balai Agung Rakyat, Beijing, Jumat 1 Juli 2016.

Beberapa waktu lalu, China menilai penguatan hubungan militer Amerika Serikat dan Filipina, termasuk dengan patroli bersama di Laut China Selatan, mencerminkan mentalitas perang dingin.

“Kami meyakini setiap konsolidasi dan pengembangan aliansi militer adalah manifestasi mentalitas perang dingin, yang tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini, yang mementingkan perdamaian, pembangunan, kerja sama, dan tidak kondusif dalam meningkatkan rasa saling percaya dan kerja sama antara negara-negara di kawasan ini.” China, tambah Presiden Xi, tidak akan ikut campur urusan dalam negeri negara lain, atau mengakali negara-negara kecil. China tidak akan mengganggu kepentingan dan hak negara lain.

“Namun, kami juga tidak akan tinggal diam jika ada negara atau pihak lain yang mengancam keamanan, kedaulatan dan keutuhan negara China, yang mengancam legitimasi serta kepentingan China. Kami tidak akan tinggal diam,” katanya.

Di hadapan sekitar 3.000 orang yang hadiri dalam peringatan itu, Presiden Xi menegaskan China berkomitmen dengan kebangkitan damainya. Kebangkitan damai China akan memberikan keuntungan bagi semua pihak.

“Namun, China tidak akan tinggal diam jika kepentingan, dan kedaulatannya diganggu,” ujarnya.

Dalam pidatonya selama sekitar dua jam tersebut, Presiden Xi Jinping juga menegaskan posisinya terhadap Hong Kong, Makau dan Taiwan.

Ia mengatakan China tetap akan menerapkan kebijakan “satu negara, dua sistem” bagi Hong Kong dan Makau dalam kerangka sebagai wilayah otonomi khusus.

“Masyarakat Hong Kong, yang mengatur Hong Kong. Begitupun masyarakat Makau,” katanya.

Sedangkan untuk Taiwan, lanjut Presiden Xi, Beijing tetap menilai gerakan Taiwan Merdeka, sebagai gerakan separatis. China dan Taiwan harus memegang teguh Konsensus 1992.

Konsensus 1992, sebuah kesepakatan Taiwan-China mengenai prinsip Satu China tanpa interpretasi lebih lanjut. “Dengan memegang teguh konsensus tersebut, maka perdamaian akan dapat berjalan makin baik di masa datang,” kata Xi Jinping.