Untuk kali ketiga, rombongan warga negara Indonesia (WNI) disandera saat melintasi perairan Filipina. Pemerintah sepertinya mulai tidak sabar dengan menyatakan hattrick penyanderaan kali ini tidak bisa ditoleransi.
“Pemerintah Indonesia mengecam keras terulangnya penyanderaan terhadap WNI oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Kejadiaan yang ketiga kalinya ini sangat tidak dapat ditoleransi,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Jakarta, Jumat.
Penyanderaan tujuh WNI awak Charles 001 diduga dilakukan faksi kelompok Abu Sayyaf. Penyanderaan dilakukan dua tahap oleh dua kelompok berbeda. Pertama sekitar pukul 11.30 waktu setempat dan kedua pukul 12.45 waktu setempat.
Penyanderaan WNI di Filipina bukan hal baru bahkan sudah ketigakalinya di tahun ini. Pada 26 Maret 2016 Kapal Brahma 12 dan Anand 12 dibajak kelompok Abu Sayyaf di perairan Provinsi Sulu, Filipina. Pada 15 April 2016 Kapal TB Henry dibajak di perairan Filipina selatan, empat WNI disandera dan enam WNI selamat.
Pada 1 Mei 2016 10 WNI dilepaskan kelompok Abu Sayyaf. Sementara pada 11 Mei 2016 empat WNI disandera kelompok Abu Sayyaf faksi Alden Bagade dibebaskan. Terakhir 20 Juni 2016 Kelompok Abu Sayyaf membajak kapal Charles 001 milik PT Rusianto Bersaudara di perairan. Dari 13 anak buah kapal (ABK), tujuh disandera, enam lainnya dilepas.
Anggota DPR Komisi I Meutya Hafiz meminta Kementerian Luar Negeri untuk menekan pemerintah Filipina untuk lebih serius menjaga wilayah perairannya.
Selama tiga bulan terakhir sudah lebih dari 40 orang warga Indonesia disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina, menurutnya, seringnya penyanderaan ini sudah tidak bisa ditoleransi.
Pertanyaannya, kenapa kapal Indonesia akhir-akhir ini menjadi sasaran empuk Abu Sayyaff? Padahal selama ini pemerintah mengatakan pembebasan sandera tidak pernah dilakukan dengan menebus mereka sesuai tuntutan penyandera. Pemerintah selalu mengatakan lebih mengedepankan pada lobi. Jika sikap keras pemerintah semacam itu sebenarnya akan menjadikan Abu Sayyaf berpikir ulang untuk menyandera orang Indonesia, karena tidak akan pernah mendapatkan tebusan. Faktanya, penculikan terus terjadi bahkan tuntuan yang diberikan semakin besar, untuk penyanderaan terakhir kelompok ini minta tebusan sekitar Rp66 miliar. Artinya? Silahkan jawab sendiri.