Sekretaris Angkatan Laut AS Ray Mabus mengaku benar-benar frustrasi dengan penundaan penjualan jet Boeing F/A-18E/F Super Hornet ke sekutu dekat AS. Menurutnya penundaan ini telah berefek pada anggaran US Navy.
Kepada Reuters di Jerman saat mengikuti latihan NATO di Baltik Minggu 19 Juni 2016 Mabus mengatakan USNavy dan pejabat pertahanan lainnya mendukung penjualan 28 Boeing F/A-18E/F ke Kuwait dengan perkiraan biaya mencapai US$3 miliar. Tetapi kesepakatan ini terhenti selama hampir satu tahun karena harus menunggu akhir persetujuan Gedung Putih.
Mabus mengatakan penundaan bisa berdampak pada rencana anggaran Angkatan Laut, karena pesanan asing diperlukan untuk menambah pembelian pesawat tersebut hingga bisa menjaga lini produksi tetap efisien.
Kongres AS diperkirakan akan menyetujui pendanaan untuk sebanyak 16 F/A-18 sebagai bagian dari permintaan anggaran Angkatan Laut untuk fiskal 2017, yang dimulai 1 Oktober, tetapi itu hanya akan menjadikan produksi kurang dari dua jet per bulan yang merupakan batas produksi ekonomis. Seharusnya pesanan Kuwait akan mengisi kesenjangan ini.
“Aku frustrasi. Banyak orang yang frustrasi,” kata Mabus. “Proses ini terlalu panjang, terlalu berat dalam hal mendapatkan sistem senjata untuk teman-teman kita dan sekutu kami.”
Mabus mengatakan Boeing kemungkinan bisa terus memproduksi F/A-18 untuk beberapa waktu tanpa penjualan asing, tapi turun di bawah tingkat produksi yang optimal hingga dapat mempengaruhi harga di masa depan.
Boeing membenarkan apa yang dikatakan Mabus. “Boeing menghargai keterlibatan terus Sekretaris Mabus, dan setuju bahwa pesanan Kuwait merupakan elemen penting dalam melanjutkan tingkat produksi dua per bulan untuk menjaga harga optimal,” kata juru bicara Boeing Caroline Hutcheson.