Dalam 15 atau 20 tahun terakhir, China masuk dalam jajaran negara-negara yang secara agresif melakukan modernisasi kekuatan militernya. Dibanding kekuatan mereka pada 1996, militer China telah berlipat-lipat peningkatannya pada 2016 ini.
Modernisasi kekuatan militer China dilakukan dalam upaya terpadu, multi dekade dengan didukung oleh anggaran militer mereka yang terus meningkat dari waktu ke waktu. China menjadi satu dari sedikit negara yang mampu memproyeksikan kekuatan besar mereka dalam waktu cepat ke wilayah yang jauh dari rumahnya.
Tetapi Beijing harus berlapang dada jika dikatakan militer mereka masih menemui banyak masalah. Mereka masih belum menjadi kekuatan tak terkalahkan. Teknologi militer yang mereka bangun juga masih memiliki sejumlah titik rapuh yang akan menjadi persoalan serius jika tidak segera diatasi.
Salah satu kelemahan yang sangat penting dan tidak bisa ditutup-tutupi China adalah belum berhasilnya mereka mengembangkan sebuah mesin jet yang tangguh untuk menyaingi buatan barat dan Rusia. Puluhan tahun mereka mencoba mengembangkan sektor ini tetapi fakta di lapangan menunjukkan tingkat keberhasilan yang tidak mengesankan.
Mesin terbaik mereka WS-10 yang telah dikembangkan sejak tahun 1980-an masih mengecewakan karena dilaporkan kurang bertenaga dan hanya mamp bertahan 30 jam sebelum perlu diganti. Akibatnya, sebagian besar pesawat modern di Angkatan Udara China masih sangat tergantung pada mesin yang disediakan Rusia atau Ukraina.
Masalah mesini ini telah menyebabkan sejumlah kemunduran dalam program penting mereka untuk membangun kekuatan udara, Jet tempur J-22 dan J-31 yang digadang-gadang menjadi kelompok jet tempur generasi kelima masih tertatih-tatih dengan masalah mesin hingga mereka diragukan akan mampu bersaing dengan rekan-rekannya di kelas siluman seperti F-22, F-35 atau T-50 PAK FA Rusia. Salah satu persayaratan penting untuk mencapai generasi kelima adalah bahwa mesin pesawat harus mampu mendorong pada kecepatan supercruise tanpa harus melakuakn afterburner. Tanpa itu maka kompromi antara kecepatan dan siluman menjadi hal yang dipertaruhkan.
Bahkan sejumlah pihak meragukan pesawat ini benar-benar mampu menjadi generasi kelima. Ahli kedirgantaraan Richard Aboulafia mencatat dari sepuluh fitur penting untuk memenuhi syarat pesawat tempur generasi kelima J-20 hanya dimiliki dua dari 10 syrarat itu.
Angkatan Udara China juga terlihat tidak begitu tertarik untuk mendapatkan J-31 yang menjadi indikator pesawat ini juga menghadapi masalah kualitas. China memilih untuk fokus mengembangkan J-15 yang pada dasarnya adalah tiruan dari Su-33 Rusia untuk peran pesawat tempur berbasis kapal induk, yang sebenarnya bisa diambil perannya oleh J-31 yang disebut setingkat lebih atas dalam hal generasi.