Selamat Jalan Sang Petarung

Selamat Jalan Sang Petarung

Mantan juara tinju legendaris Muhammad Ali tutup usia pada Sabtu 4 Juni 2016. Perjalanan hidupnya telah mengantarkan dia sebagai salah satu tokoh paling terkenal abad ke-20.

Ali, yang telah lama menderita sindrom parkinson, meninggal sehari setelah dirawat di rumah sakit Phoenix karena penyakit pernapasan. Tidak hanya pecinta tinju yang kehilangan sosok besar ini, dunia juga kehilangan salah satu sosok yang secara konsisten memperjuangkan hak-hak kemanusiaan dan kebersamaan.

ali 1
Cassius Clay saat berusia 12 tahun (1954)/Sputnik

Muhammad Ali menggebrak dunia ketika masih di usia muda, jutaan orang mengaguminya. Bukan hanya karena keberaniannya di dalam ring, tetapi juga di luar ring.

Seiring dengan reputasi menakutkan sebagai seorang petarung, ia juga berbicara keras menentang rasisme, perang dan intoleransi agama. Ali pun muncul sebagai simbol perjuangan warga Amerika keturunan Afrika dalam memperjuangkan hak-hak sipil.

“Muhammad Ali adalah salah satu yang terbesar manusia yang pernah saya temui,” kata George Foreman, yang kalah dari Ali di Zaire di 1974, sebuah pertarungan klasik yang dikenal sebagai Rumble in Jungle sebagaimana dikutip Reuters.

“Tidak diragukan lagi dia adalah salah satu dari orang-orang terbaik yang hidup di hari ini. Untuk menempatkan dia sebagai seorang petinju saja itu tidak adil.”

Ali menikmati popularitas yang melampaui dunia olahraga, meskipun ia jarang muncul di depan publik beberapa tahun terakhir.

ali 2
8 Februari 1962.

Beberapa bisa berdebat dengan kecakapan atlet ini yang mencapai puncaknya kariernya di tahun 1960-an. Dengan kaki menari-nari lincah diselingi hantam tangan cepat, dia kemudian mengatakan dirinya dengan float like a butterfly and sting like a bee atau melayang seperti kupu-kupu dan menyengat seperti lebah. Sesuatu yang kemudian tidak ada orang lain yang berani membantah. Ali memang dikenal sebagai petinju yang bergerak dengan lincah, bahkan dengan menari tetapi tiba-tiba dia menyerang dengan mematikan. Dia adalah orang pertama yang memenangkan kejuaraan kelas berat tiga kali.

ali 3
2 April 1963.

Tapi Ali lebih dari seorang atlet yang penuh prestasi. Dia juga berbicara dengan berani melawan rasisme di tahun 60-an, serta Perang Vietnam. Selama dia menjalani karier tinjunya dan setelah dia pensiun, Ali bertemu sejumlah pemimpin dunia hingga pada satu saat dia pernah disebut sebagai sosok paling terkenl di bumi. Dia dikenal dari New York, sampai desa-desa terpencil di planet ini. Ali seperti bukan hanya lagi milik Amerika, tetapi dunia.

ali 4
Setelah mengalahkan Sonny Liston di Convention Hall in Miami Beach, Florida. 25 February 1964.

Diagnosis Ali Parkinson datang sekitar tiga tahun setelah ia pensiun dari tinju pada tahun 1981. Tetapi pengaruhnya masih terus berjalan jauh melebihi karier di atas ringnya. Dia menjadi juru bicara tidak resmi bagi jutaan orang kulit hitam dan orang-orang yang tertindas di seluruh dunia karena penolakannya untuk berkompromi pendapat dengan otoritas kulit putih.

“Kami kehilangan raksasa hari ini. Tinju mendapatkan manfaat dari bakat Muhammad Ali, tetapi tidak lebih banyak manusia yang menerima manfaat dari kemanusiaannya,” kata Manny Pacquiao, petinju dan politisi di Filipina yang menyaksikan bagaimana Ali bertarung secara brutal melawan Joe Frazier untuk ketiga kalinya pada 1975 yang dijuluki Thrilla in Manila.

ali 5
Mengalahkan Maine Lewiston 25 Mei 1965.

Di dunia tinju Ali dikenal sebagai orang yang orang yang lihai dalam perang psikologis. Ali dikenal sebagai Louisville Lip dan senang berbicara, terutama tentang dirinya hingga dia pun juga dijuluki sebagai Si Mulut Besar.

Ejekan terhadap musuhnya juga kerap brutals eperti ketika dia mengejek Joe Frazer dengan menyebut “Joe Frazier sangat jelek ketika ia menangis, air mata mengalir deras hingga ke belakang kepalanya,” kata Ali suatu saat. Dia juga menjuluki Frazier sebuah “gorila” tapi kemudian meminta maaf dan mengatakan itu semua untuk mempromosikan pertarungan.

ali 6
Berlatih di London dengan dikawal pasukan kerajaan pada 11 Mei 1966

Suatu saat dia pernah ditanya tentang warisan yang disukainya, Ali mengatakan:. “Saya ingin dikenang sebagai orang yang memenangkan gelar kelas berat tiga kali, yang humoris dan yang memperlakukan semua orang dengan tepat. Sebagai seorang pria yang tidak pernah memandang rendah mereka yang mendongak ke dia yang berdiri karena keyakinannya yang mencoba untuk menyatukan semua umat manusia melalui iman dan kasih.sayang. Dan jika semua itu terlalu banyak, maka saya kira saya akan puas dikenang hanya sebagai petinju hebat yang menjadi pemimpin dan juara rakyat. Dan aku bahkan tidak keberatan jika orang lupa betapa cantiknya aku.”

ali 10
Di Moscow Juni 1978.

Ali lahir di Louisville, Kentucky, pada 17 Januari 1942 dengan nama asli Cassius Marcellus Clay Jr, dia berganti nama setelah masuk Islam pada 7 Februari 1964, 18 hari sebelum pertarungannya dengan sang juara kelas berat Sonny Liston. Ali meninggalkan seorang mantan istri, Lonnie Williams, yang dikenalnya saat dia masih kecil di Louisville, bersama dengan sembilan anak-anaknya. Selamat sang petarung…