Ada dua peristiwa yang menggambarkan kompetisi strategis India-China di kekuatan bawah air. Pertama adalah docking kapal selam China di pelabuhan Colombo Sri Lanka dan yang lainnya adalah hilangnya kapal selam India INS Sindhurakshak dalam insiden kebakaran besar. Dan persaingan selanjutnya adaah sinyal China yang akan mengirimkan kaapl selam ke Samudera Hindia.
Klaim China kapal selam yang dikerahkan sebagai bagian dari operasi anti-pembajakan di Teluk Aden telah terbantahkan dengan alasan overmatching kemampuan platform dan dilakukan ketika kasus pembajakan turun.
Perlindungan jalur komunikasi laut di kawasan Samudera Hindia yang luas merupakan kepentingan setiap negara dan karena itu kerjasama angkatan laut akan lebih ekonomis dan meyakinkan. Namun hal ini tidak dilakukan China yang memilih melakukan sendiri tanpa membangun komunikasi yang baik dengan angkatan laut lainnya di wilayah ini.
Dengan situasi ini penyebaran kapal selam itu dapat dianggap sebagai sinyal geopolitik dari China yang meningkat. Pertama, penyebaran jarak jauh ini untuk memamerkan kemampuan air biru angkatan laut. Samudra Hindia dan Pasifik adalah teater utama penyebaran tersebut.
Kedua, waktu penyebaran menampilkan niat. Contoh jelas ketika sebuah kapal selam China docking di Colombo bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ke Sri Lanka. Docking di Karachi datang juga terjadi pada kunjungan resmi pertama Perdana Menteri India Modi ke China. Beijing mengirim kapal perang dalam wilayah perairan Alaska ketika Presiden Obama mengunjungi kawasan tersebut.
Maksud di balik sinyal strategis tidak bisa dilewatkan. China secara konsisten menentang setiap kemitraan antara angkatan laut India, Jepang, dan AS yang dinilai China akan menantang klaim mereka atas Laut China Timur dan Laut China Selatan.
Mengingat perkembangan ini, India memutuskan untuk menambah armada bawah air yang saat ini hanya diperkuat 13 kapal selam diesel listrik (SSK) tua. Dari jumlah itu sembilan kapal selam berasal dari era Soviet dan empat asal Jerman. Kapal selam ini dibangun selama Perang Dingin dan mencapai masa untuk segera diganti. Komisioning kapal selam baru sangat penting pada saat ini ketika ada gerakan China di Samudera Hindia.
Oleh karena itu India memulai Proyek 75 dan Project 75 (I) untuk memperkuat kekuatan kapal selam. Proyek 75 akan memberikan enam SSK dari kapal selam yang didasarkan pada desain Scorpene Prancis dengan dua terakhir ditambahkan dengan sistem propulsi udara independen (SSP). Ada juga ketentuan untuk menambahkan tiga platform yang lebih.
Proyek 75 (I) mengikuti Proyek 75 untuk membangun enam kapal selam SSP canggih dilengkapi dengan sistem peluncuran vertikal untuk menembakkan rudal supersonik BrahMos dan torpedo. India juga tengah membangun enam kapal selam serangan bertenaga nuklir.
Kapal selam pertama dari Proyek 75, INS Kalavari, sedang menjalani uji laut dan diharapkan akan ditugaskan pada tahun 2016. Lima kapal yang tersisa akan dikirimkan pada tahun 2020. Sayangnya, INS Kalavari akan ditugaskan tanpa senjata utamanya, torpedo, karena pemerintah memutuskan untuk membatalkan pembelian torpedo Black Shark.
Ini akan menjadikan India membutuhkan waktu tambahan sebelum proyek tersebut matang dan kapal selam angkatan laut India beroperasi pada potensi penuh. Proyek 75 sendiri berjalan hampir empat tahun di belakang jadwal.