Helikopter serang Apache Angkatan Darat Inggris di langit Afghanistan adalah pemandangan meyakinkan untuk pasukan koalisi di medan perang. Sebuah helikopter yang benar-benar membuat musuh harus memilih untuk menghindarinya.
Tapi simbol kekuatan militer Inggris ini tidak memiliki masa depan cerah di Inggris. Hampir pasti 50 Apache yang akan dibeli Inggris akan diberikan kepada Boeing.
Tiga minggu lalu, Menteri Pertahanan Michael Fallon mengumumkan ia akan segera menandatangani kontrak untuk pembelian P-8 Poseidon pertama yang merupakan bagian dari kesepakatan sembilan pesawat senilai 2 miliar Euro..
Apache saat ini bagi orang awam mungkin menganggap ini bukan buatan Inggris. Sebenarnya helikopter desain Boeing ini telah dimodifikasi Inggris. Delapan pesawat pertama memang dibangun di Amerika Serikat, dengan sisanya dirakit oleh Westland Helicopters di Yeovil dari kit yang disediakan Boeing. Di tempat ini helikopter diberi mesin yang lebih baik dari Rolls-Royce, avionik yang lebih canggih dan upgrade lainnya.
Pekerjaan ini membuat helikopter Inggris jauh lebih mampu dibanding Apache sezaman produksi Amerika, dipelihara keahlian teknik Inggris, tapi modifikasi juga telah menjadikan helikoper ini lebih mahal dua kali lipat yakni 44 juta Euro untuk setiap unit dibandingkan 20 juta Euro versi dasarnya.
Modernisasi armada Apache pertama kali diperdebatkan, Westland – yang sekarang dimiliki oleh Leonardo, dan baru-baru ini berganti nama Finmeccanica berpendapat Inggris lebih baik menggunakan aturan yang sama yakni diproduksi di Inggris yang akan menjamin keterampilan dan pekerjaan di Inggris. Namun, Boeing mengatakan bahwa dengan adanya pesanan Apache baru bagi Inggris dalam jumlah besar ditambah dengan pesanan dari Amerika maka harga helikopter itu akan jauh lebih murah.
Sulit bagi Kementerian Pertahanan menolak kesepakatan di mana helikopter baru lebih murah dibandingkan dengan yang dibeli 20 tahun yang lalu. Para insinyur di Yeovil dapat berharap untuk merawat Apache baru, tetapi mereka tidak akan membangun mereka.
Dan setelah pekerjaan selesai pembangunan helikopter militer di Inggris untuk pasukan Inggris kemungkinan akan berakhir untuk selamanya, dengan hardware masa depan harus dibeli di luar negeri.
Situasi ini tidak hanya terjadi di helikopter. Pesawat tempur masa depan mereka, F-35, adalah program yang sebagian besar dipegang Amerika. BAE Systems memang terlibat membangun bagian pesawat tetapi terbatas memproduksi tailplane dan ujung sayap, dengan perusahaan AS membuat beberapa avionik yang sangat canggih dari jet tempur ini.
Jet tempur andalan Angkatan Udara Inggris, Typhoon merupakan kolaborasi pan-Eropa, seperti pendahulunya, Tornado, bersama dengan pendahulunya Jaguar yang dibangun Anglo-Prancis. Meski biaya pengembangan pesawat tempur mengalami kenaikan, bekerja dalam kemitraan merupakan cara masuk akal untuk berbagi risiko dan biaya.
Royal Aeronautical Society (RAS) khawatir bahwa tanpa upaya pemerintah untuk melindungi mereka, keterampilan penting Inggris bisa hilang yang dapat membahayakan kemampuan Inggris untuk mempertahankan diri.
“Kedaulatan operasional tergantung pada kapasitas industri dalam negeri,” kata Iain Mcnicoll, mantan ketua RAS Air Power Group dan mantan Marshall di Angkatan Udara Inggris sebagaimana dikutip Telegraph Sabtu 28 Mei 2016.
“Sektor kedirgantaraan pertahanan harus diperlakukan sama dengan nuklir, galangan kapal dan senjata kompleks – yaitu sangat penting untuk Inggris mempertahankan industri di sektor ini. Jika tidak kita akan kehilangan kemampuan nasional penting. ”
Dia mengakui Inggris “tidak mungkin” untuk membangun pesawat tempur sendirian dan bahwa “setiap proyek high-end membutuhkan kolaborasi Eropa”. Namun, ia memperingatkan bahwa ketergantungan pada program pimpinan AS bisa memukul kedaulatan Inggris karena skema ITAR Amerika, yang mengontrol dalam berbagi teknologi.
Mcnicoll percaya salah satu harapan terbaik untuk Inggris mempertahankan keterampilan kedirgantaraan teknologi tinggi adalah program senilai 1.5 miliar antara Inggris dan Prancis yang telah berkomitmen untuk mengembangkan prototipe Future Combat Air System (FCAS) – pesawat perang tak berawak yang bisa menjadi kekuatan angkatan udara Eropa di masa depan.
“Pertanyaannya adalah apakah industri pesawat tempur Inggris memiliki dukungan terkait FCAS,” kata salah satu sumber industri.
“Jika pemerintah memutuskan kita tidak perlu membangun pesawat tempur dalam negeri, mungkin mereka bilang saja. Pada kondisi ini, jika dalam 10 tahun mereka [pemerintah] menelepon dan meminta kami untuk membangun jet tempur, kami hanya akan memberi mereka kartu nama seseorang di Amerika. ”
NEXT: DARAT DAN LAUT JUGA TERANCAM
DARAT DAN LAUT JUGA TERANCAM
Proyek FCAS sangat kecil dibandingkan anggaran 620 miliar untuk program F-35 seumur hidup dan telah menjadi kontrak pertahanan terbesar di dunia. “Tetapi itu sebuah awal,” kata Ben Moores, seorang analis pertahanan di IHS.
“Ketika kami hanya membeli maka di situlah industri Inggris akan kehilangan kesempatan. Setiap kali kita hanya membeli bentuk jadi dari AS, maka nilainya kita akan kehilangan ribuan pekerjaan.”
“Kolaborasi adalah cara cerdas dalam melakukan sesuatu, tapi kami juga harus cerdas untuk memastikan kita mendapatkan pekerjaan. OK, berkolaborasi dapat menyebabkan keterlambatan dan biaya over-run tapi ini proyek besar dan lebih baik karena membuka kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan penjualan ekspor yang akan memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas. ”
Bahkan IHS juga memiliki kekhawatiran tentang program pertahanan angkatan darat dan angkatan laut di Inggris. Moores mengklaim Inggris telah “menyerah” pada kendaraan lapis baja dan mengandalkan impor seperti Mastiff, yang hanya memiliki pekerjaan perakitan akhir dengan nilai rendah di Inggris. Inggris sangat baik dalam membangun kapal Royal Navy, tambahnya, tetapi kini Inggris hanya mampu menguasai sedikit ekspor ke negara lain.
Menurut data IHS ini Inggris adalah pemain utama dalam industri pertahanan global, dengan ekspor senilai US$3,9 miliar dari peralatan pada “tingkat sistem” (yaitu seluruh kendaraan) pada tahun 2015. Hal ini diperkirakan akan meningkat menjadi US$4.3 miliar di 2019 membuat Inggris yang eksportir terbesar kelima dunia dibantu dengan ekspor US$1,8 miliar jet tempur Typhoon ke Arab Saudi. Namun, jika kesepakatan Saudi terputus-putus, Inggris akan turun ke tempat ketujuh secara global.
Tindakan yang perlu diambil saat sektor ini masih relatif kuat. “Ada hambatan tinggi untuk masuk dalam teknologi penerbangan, uang tunai dan keahlian. Itu sebabnya India mengalami masalah dengan jet tempur mereka dan China membeli mesin jet tempur dari Ukraina, “kata Moores. “Kita harus bertindak sekarang selama kita masih bisa.”
BAE Systems sedikit lebih santai menghadapi situasi ini, meskipun Chris Allam, Direktur Teknik di unit perusahaan militer udara. “Saat ini kami masih memiliki kemampuan untuk merancang dan membangun pesawat tempur dan kami memiliki pekerjaan yang cukup mempertahankan untuk jangka menengah,” katanya. Dia menambahkan bahwa F-35, upgrade Typhoon dan FCAS semua menjaga keterampilan mereka untuk tetap hidup.
Insinyur dan teknisi di pabrik BAE Lancashire saat ini sedang mengerjakan Typhoon pesanan Inggris, Arab dan Oman yang baru-baru ini membeli 28 Typhoon yang akan memberikan aliran dana senilai 1 miliar Euro kepada perusahaan, meskipun penjualan dipimpin oleh Italia, salah satu mitra Eropa dalam pembangunan pesawat tempur ini.