Industri pertahanan barat akan menghadapi ancaman keras yang akan semakin kuat dalam beberapa tahun ke depan. Sialnya, semua muncul karena kesalahan atau setidaknya nafsu mereka untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya dalam penjualan senjata.
Sebuah laporan yang ditulis Daniel Yoon dan Doug Berenson yang berjudul “Dynamics of International Military Modernization 2016,” dan dilaporkan Avascent dan dikutip Defense News Selasa 24 Mei 2016 menyimpulkan bahwa akan muncul banyak penantang untuk industri barat.
Ironisnya, asal-usul ancaman ini muncul karena kebijakan ekspor barat yang penulis mencatat bahwa “dalam banyak kasus, para pemain muncul dengan mengembangkan teknologi yang tersebar melalui pengaturan ekspor dari pemasok Barat yang seringkali dengan “persyaratan offset dan partisipasi industri dalam negeri.”
Selama lima tahun terakhir, perusahaan Amerika telah secara agresif mengejar penjualan senjata asing untuk mencoba mengimbangi perlambatan pendanaan militer Smerika. Pada umumnya perusahaan-perusahaan Amerika yang sukses dalam strategi. Akibatnya jika pada 2010 hanya 17 persen alutsista yang diproduksi di Amerika Serikat diekspor dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 34 persen senjata dijual ke negara lain.
Rencana itu bahkan lebih penting untuk Inggris, Jerman, Prancis dan Italia, yang mewakili empat pertahanan basis industri terbesar di Eropa Barat. Ketiga negara pertama mengandalkan ekspor untuk menutup setengah penjualan produk mereka. Sementara Italia 83% penjualan senjata sangat tergantung pada ekspor.
Namun, dominasi ekspor Barat akan menghadapi tantangan di masa depan dan tantangan terbesar datang dari para pelanggan sendiri. “Tren yang berkembang dari industri pertahanan dalam negeri akan ada di belakang perubahan yang kompetitif di pasar pertahanan internasional,” tulis laporan itu. “Banyak negara ingin industri pertahanan dalam negeri atas dasar strategis atau ekonomi, atau keduanya. Mereka sering memelihara industri-industri yang baru lahir melalui perlindungan politik dan memberikan persyaratan ketat dalam penawaran yang melibatkan pemasok asing, sering menyerap keahlian teknis pemasok ‘dalam proses. ”
Langkah-langkah ini memungkinkan negara-negara tuan rumah untuk mendapat sumber yang semakin banyak dari produsen dalam negeri daripada yang asing, sehingga menendang keluar pemain lama di dalam negeri,” tambah penulis. “Beberapa industri ini bahkan menjadi pesaing barat dalam merebut pasar internasional, tren ini akan terus menguat selama 10 tahun ke depan.”
Jadi siapa yang akan menjadi pesaing barat? Jepang dan India adalah contoh yang jelas, tetapi analis berpendapat mereka tidak akan muncul menjadi eksportir besar karena alasan budaya (Jepang) dan birokrasi (India). Singapura, dan Turki juga memiliki beberapa kemampuan, tetapi tertinggal di belakang. Meski Rusia dan China keduanya mampu menghasilkan teknologi high-end, mereka sulit untuk mengambil sepotong besar dari pasar barat karena masalah politik.
Sebaliknya, penantang besar justru akan datang dari Korea Selatan, Brasil dan Israel, dengan masing-masing bangsa memiliki kekuatan sendiri. Israel, misalnya, telah tumbuh secara signifikan dalam teknologi radar, rudal, dan pasar pesawat tanpa awak. Sistem tak berawak Israel sudah sangat kompetitif dengan hardware Amerika.
Pesawat latih T-50 Korea Selatan, serta pesawat tempur yang tengah dibangun sekarang ini juga bisa mendobrak pasar kedirgantaraan, sedangkan “kemampuan dalam negeri untuk memproduksi kapal perusak canggih, frigat, kapal serbu amfibi, dan kapal serangan selam akan memberikan peluang ekspor yang signifikan pada 10 tahun berikutnya,” tulis para penulis.
Brasil kemungkinan akan tertinggal di belakang dua negara, tetapi telah berada pada jalur untuk menuju ceruk pasar. Masuknya Embraer ke dalam produksi pesawat tempur ringan dengan menggandeng Saab serta pesawat patroli maritim tidakboleh diremehkan. Mereka akan menjadi pesaing tidak mudah bagi barat, bahkan akan sangat mengancam. Intinya, barat telah kena batunya dari kebijakan ekspor mereka yang terlalu jor-joran dalam membuka teknologi karena mengejar keuntungan setelah Amerika dan negara-negara Eropa menceki anggaran pertahanan mereka.