Site icon

Perdamaian Kian Jauh, Israel Bentuk Pemerintahan Paling Radikal Sepanjang Sejarah

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan tokoh ultranasionalis Avigdor Lieberman menandatangani kesepakatan koalisi pada Rabu 25 Mei 2016, membentuk pemerintahan garis kanan paling radikal dalam sejarah negara Yahudi tersebut.

Dengan bergabungnya Lieberman ke dalam koalisi, Netanyahu kini mendapatkan tambahan dukungan lima anggota legislatif di parlemen menjadi 66 dari 120 kursi keseluruhan.

Dalam koalisi baru itu, Lieberman akan menjadi menteri pertahanan. Pemilihan Lieberman memunculkan pertanyaan di dalam dan luar negeri mengingat dia adalah tokoh yang dinilai rasis terhadap kelompok minoritas Israel keturunan Arab dan sering mengkritik upaya perdamaian dengan Palestina.

Lieberman dan Netanyahu menyatakan akan lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. “Pemerintahan saya tetap berkomitmen dalam upaya perdamaian dengan Palestina dan juga semua negara tetangga. Kebijakan saya tidak berubah. Kami akan terus mengupayakan perdamaian dan di saat bersamaan memastikan keamanan dan keselamatan warga,” kata Netanyahu.

Dia menjelaskan bahwa tambahan dukungan ini akan semakin membuat pemerintahan stabil dan mempermudah upaya perdamaian dengan negara-negara Arab–yang mempunyai kepentingan sama terkait radikalisme Islam dan kebangkitan Iran.

Sementara itu di Washington, juru bicara Kementerian Luar Negeri Mark Toner menyatakan bahwa sikap beberapa menteri Israel yang menolak kemerdekaan Palestina memunculkan “pertanyaan wajar” mengenai arah kebijakan negara tersebut. “Kami akan tetap bekerja sama dengan pemerintahan ini sebagaimana sebelumnya. Kami juga masih berkomitmen untuk keamanan Israel dan juga upaya menuju solusi dua negara,” kata Toner kepada para wartawan.

Di Palestina, beberapa pejabat semakin pesimis akan upaya perundingan solusi dua negara setelah bergabungnya Lieberman yang tinggal di pemukiman di atas tanah rampasan Tepi Barat, ke dalam pemerintahan Netanyahu.

Nabil Abu Rdainah, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, menyatakan, “Israel harus belajar untuk mengupayakan perdamaian karena tidak akan ada perdamaian dan stabilitas selama nasib Palestina belum jelas.” Menanggapi kritik itu, Lieberman–yang pernah menyatakan akan menghancurkan dam Aswan di Mesir dan menyerukan pembunuhan terhadap para pemimpin Hamas di Gaza–berjanji akan “bertanggung jawab dan rasional” dalam setiap pengambilan keputusan. “Niat saya adalah memastikan keamanan dan berkomitmen terhadap perdamaian,” kata pemimpin Partai Yisrael Beitenu itu.

Netanyahu sendiri sebelumnya mencoba untuk menggandeng Partai Buruh, yang mempunyai kursi terbanyak kedua di parlemen, untuk bergabung dalam pemerintahan. Setelah upaya itu gagal, Netanyahu kemudian beralih ke Yisrael Beitenu.

Kesediaan Lieberman untuk bergabung dalam pemerintahan Netanyahu mengejutkan banyak pihak mengingat kedua tokoh itu sering mengkritik satu sama lain. Yisrael Beitenu akan menjadi partai keenam dalam koalisi nasionalis religius Netanyahu. Kesepakatan itu membuat Mashe Yalon, anggota Partai Likud dan mantan jenderal, mengundurkan diri sebagai menteri pertahanan pada Jumat lalu.

Exit mobile version