Keputusan pemerintah Denmark 12 Mei untuk memilih jet tempur generasi kelima Lockheed Martin F-35 adalah dorongan untuk program multinasional di tahun paling penting. Tetapi keputusan ini mau tidak mau menjadikan pesaing lainnya yakni Boeing dan konsorsium Eurofighter terkejut.
Evaluasi dari program tempur baru yang dilakukan oleh panel yang terdiri drai para ahli, kementerian pertahanan Denmark mengatakan: “Pemilihan Joint Strike Fighter akan menjadi potensi terbesar untuk mempromosikan kepentingan Denmark, baik dari segi kebijakan keamanan dan strategi militer,” dan akan “memberikan tingkat fleksibilitas tertinggi pada tingkat politik.”Sekarang pemerintah tengah meminta persetujuan parlemen untuk memperoleh armada operasional 27 F-35.

Sebagaimana dilaporkan Flightglobal Jumat 13 Mei 2016, penilaian Kopenhagen dilakukan dengan mengikat informasi dari calon pemasok tanpa meminta penjelasan langun. Diterima pada bulan Juli 2014, Denmark menerima informasi dari F-35A, Eurofighter Typhoon dan F / A-18F Super Hornet yang menanggapi sekitar 950 pertanyaan yang diajukan pemerintah.
Mengenai kriteria penilaian strategis, Kementerian Pertahanan mengatakan: “Kebijakan pertahanan dan keamanan Denmark tidak dapat dinilai atas dasar informasi dari pemasok.” Sebaliknya, evaluasi yang dilakukan oleh panel ahli yang dipimpin oleh Deloitte dan RAND Eropa.”
Pertimbangan yang diberikan meliputi empat aspek utama. Aspek pertama adalah strategis, termasuk potensi kerjasama dengan negara-negara lain, kedua aspek militer yang mencakup survivability pesawat, efektivitas misi dan perkembangan masa depan. Ketiga faktor ekonomi, seperti perkiraan biaya siklus hidup melalui pengadaan, operasi dan pemeliharaan serta sementara aspek keempat adalah kerjasama industri.
Semua kriteria yang didasarkan pada asumsi dari jet tempur yang dipilih untuk menggantikan Lockheed F-16 yang akan beroperasi antara tahun 2020 dan 2049. Pesawat terbang di luar akhir dekade ini akan menghadapi “tantangan operasional, teknis dan ekonomi yang signifikan.”

Persyaratan untuk pesawat jenis baru termasuk mempertahankan kemampuan Angkatan Udara Kerajaan Denmark untuk bisa melakukan reaksi cepat nasional, operasi internasional dan tugas lainnya seperti pengawasan udara NATO.
Analisis Denmark menempatkan F-35 di peringkat pertama pada empat kategori evaluasi, dengan studi secara keseluruhan menempatkan Typhoon di posisi kedua dan Super Hornet di ketiga.
Dari perspektif strategis, Copenhagen mengatakan, “Ruang lingkup yang luas dari kelompok pengguna Joint Strike Fighter akan mendorong hubungan transatlantik Denmark dan hubungan kolaboratif negara dengan berbagai mitra Eropa”. Typhoon digunakan oleh lima angkatan udara Eropa diposisikan kedua di kategori ini, sementara Super Hornet yang hanya digunakan Australia dan Amerika Serikat dan jauh dari Denmark menjadi peringkat terakhir.