Pergerakan tanah yang dihasilkan dari uji bom nuklir bawah tanah oleh Korea Utara pada Januari 2016 lalu telah dipetakan oleh satelit radar Eropa Sentinel-1A. Wahana ruang angkasa Uni Eropa ini menggunakan teknik yang disebut interferometri untuk mendeteksi gerakan permukaan tanah.
Peta di atas menggambarkan kondisi tanah setelah uji bom nuklir dengan warna biru menandakan ada penurunan tanah sementara kungin menunjukkan peningkatan permukaan tanah karena getaran bom. Data menunjukkan batu di atas zona ledakan turun hingga 7cm sementara di area lain naik 2-3cm di lain.
Citra satelit ini dirilis oleh Institute Geosciences and Natural Resources (BGR), Jerman. Sentinel-1A mendapat pandangan pertama dari situs uji setelah ledakan pada 13 Januari, dan dibandingkan dengan pengamatan yang diperoleh pada tanggal 1 Januari.
“Ini adalah hasil yang sangat penting karena di masa lalu lokasi uji coba nuklir hanya didasarkan pada data seismologi dan sekarang kami memiliki indikasi dari teknologi lain,” kata kata Nicolai Gestermann dari BGR sebagaimana dikutip BBC, Jumat 22 April 2016
Saat ini, setiap 12 hari satelit akan mengamati titik yang sama. Tetapi adik dari wahana ruang angkasa ini akan diluncurkan oleh European Space Agency hingga bisa mengurangi jeda waktu yang dianggap masih terlalu lama. Karena kesenjangan waktu antara ledakan dan pengambilan gambar berikutnya, para ilmuwan tidak bisa memastikan apakah deformasi tanah terjadi pada saat yang sama ketika ledakan terjadi atau beberapa hari kemudian. Seismolog mengatakan tes bom itu mengakibatkan gempa berkekuatan 5,1 skala Richter.
Karakteristiknya sangat mirip dengan ledakan sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2013, menunjukkan klaim bahwa ledakan 6 Januari berasal dari bom termonuklir menjadi diragukan. Hasil estimasi adalah bom berkekuatan 10 kiloton TNT- plus minus tiga kilo ton, kata Gestermann.