China Siapkan Pembangkit Nuklir untuk Laut China Selatan

China Siapkan Pembangkit Nuklir untuk Laut China Selatan

China semakin dekat dengan keinginannya membangun pembangkit tenaga nuklir laut, yang pada suatu hari bisa mendukung kegiatannya di wilayah sengketa Laut China Selatan.

China memicu ketegangan dengan kegiatan militer dan pembangunannya di pulau yang didudukinya di Laut China Selatan, termasuk membangun landasan pacu, meskipun Beijing mengatakan sebagian besar dari yang dibangun adalah untuk tujuan damai, seperti, mercusuar.

The Global Times, media berpengaruh yang diterbitkan media Partai Komunis, People’s Daily, mengatakan pembangkit tenaga nuklir itu bisa berlayar ke daerah terpencil dan memberikan daya stabil.

Liu Zhengguo, Kepala Kantor Umum Industri Kapal China Corp, yang bertanggung jawab merancang dan membangun situs itu, mengatakan kepada koran bahwa perusahaan tersebut “mendorong pelaksanaan pekerjaan”.

“Pengembangan pembangkit tenaga nuklir adalah suatu kecenderungan yang terus terjadi,” kata Liu, “Jumlah pasti pembangkit yang akan dibangun tergantung pada permintaan pasar. Permintaan cukup kuat” tambahnya.

Global Times mengutip laporan Jurnal China pada Januari yang menyebutkan bahwa pembangkit itu diharapkan akan selesai pada tahun 2018 dan berfungsi pada tahun berikutnya.

Pakar angkatan laut Cina Li Jie mengatakan kepada surat kabar itu bahwa pembangkit itu bisa memberikan daya untuk mercusuar, peralatan pencarian dan penyelamatan, fasilitas pertahanan, bandara dan pelabuhan di Laut China Selatan. “Biasanya kami harus menggunakan minyak atau batu bara untuk listrik,” kata Li.

“Mengingat jarak yang jauh antara Kepulauan Nansha dan China daratan serta cuaca yang berubah dan kondisi kelautan, mengangkut bahan bakar bisa menjadi masalah, sehingga pengembangan pembangkit tenaga nuklir laut sangat berarti,” tambahnya, menggunakan nama China untuk Spratly.

China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, yang diyakini memiliki simpanan besar minyak dan gas, dan membangun pulau di terumbu untuk meningkatkan klaimnya. Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim ke bagian dari perairan itu, di mana sekitar 5 triliun dolar perdagangan dikirimkan setiap tahun.