Amerika Serikat telah menjamin bahwa rudal hipersonik baru yang sedang dibangun hanya akan membawa hulu ledak konvensional. Namun kritikus tidak yakin Pentagon bisa menahan godaan nuklir.
Persaingan dalam rudal hipersonik telah dipimpin tiga negara yakni China, Amerika dan Rusia. Sementara India juga sedang bersiap untuk masuk ke kelas ini.
Amerika sedang berusaha membangun sebuah pesawat dan rudal hipersonik yang mampu terbang pada Mach 5 hingga Mach 19. Defense Advanced Projects Research Agency (DARPA) telah menghabiskan lebih dari US$34 juta pada beberapa proyek hipersonik.
Pejabat pertahanan mempertahankan bahwa teknologi ini sedang dikejar terutama untuk kepentingan pengembangan jet hipersonik yang dapat digunakan kembali.
“Kami melihat ini sebagai program jangka panjang,” kata David Walker, Asisten Wakil Kepala Staf Angkatan Udara AS untuk ilmu pengetahuan, teknologi dan rekayasa sebagiamana dikutip Defense One Jumat 15 April 2016.
“Pada tahun 2020, untuk rudal 2030 Anda masuk ke dalam sesuatu yang refurbishable, dan mungkin sampai 2040 Anda masuk ke dalam pesawat yang dapat digunakan kembali.”
Teknologi ini juga akan, secara teoritis, memungkinkan militer untuk berhenti fokus pada teknologi siluman. Berjalan pada 19 kali kecepatan suara adalah hal yang nyaris mustahil untuk bisa dideteksi dan ditargetkan, meski dia tidak memiliki kemampuan siluman.
“Kemampuan kami untuk beroperasi dalam mode tersembunyi mulai kehilangan keuntungan karena radar canggih,” kata Dick Durbin dari DARPA. “Kami berpikir bahwa kecepatan akan memberi kita bahwa keuntungan ekstra.”
Pejabat Pentagon bersikeras bahwa hulu ledak nuklir tidak menjadi pertimbangan bagi setiap pesawat hipersonik. Tetapi para ahli melihat Amerika pasti tetap memikirkan tentang nuklir yang bisa dibawa pesawat atau rudal super cepat tersebut.
“Saya melihat hipersonik sebagai senjata yang hanya masuk akal digunakan dalam serangan pertama melawan Rusia atau China,” kata fisikawan Mark Gubrud kepada Defense One. “Jadi masalah nuklir sudah pasti ada, dan jalan ini membawa kita lebih dekat ke perang.”
Jika salah satu entara Rusia atau China telah memasukkan pesawat atau rudal dalam hipersonik dalam layanan mereka, maka Amerika berpikir bahwa hal itu akan memuncunlkan ancaman nuklir kepada mereka, dan Washington akan menempuh jalan yang sama. Beijing, faktanya sudah mempertimbangkan kemungkinan ini.
“Beberapa analis di China menduga bahwa Amerika Serikat sedang mencari kemampuan untuk menghilangkan penangkal nuklir Beijing dalam serangan pertama dan jika Washington berhasil mengembangkan rudal hipersonik, keyakinan Beijing dalam kredibilitas penangkal nuklirnya akan terkikis,” Tong Zhao dari Carnegie Endowment’s Nuclear Policy Program dalam tulisannya di Bulletin for Atomic Scientists Juni 2015.
Kesimpulannya, adu balap China, Rusia dan Amerika dalam membangun senjata hipersonik telah meningkatkan kecepatan dunia menuju kiamat nuklir.
Baca juga:
Perlombaan di Kelas Mach 5? Selamat Datang di Senjata Hipersonik