Menteri Pertahanan Amerika Ashton B. Carter pergi Asia pekan ini untuk melakukan kunjungan ke India dan Filipina guna meningkatkan hubungan yang penting bagi Amerika Serikat bisa menggunakan fasilitas militer dalam waktu krisis.
Diskusi difokuskan setidaknya sebagian di Laut China Selatan, di mana ketegangan tetap tinggi setelah China telah mengerahkan sistem rudal permukaan ke udara dan jet tempur ke wilayah yang diklaim secara tumpang tindih oleh sejumlah negara tersebut.
Masalah keamanan Laut China Selatan sering fokus pada kapal-kapal yang melintasi itu, termasuk dengan apa yang disebut operasi kebebasan navigasi yang dijalankan oleh Angkatan Laut AS dan upaya terbaru nelayan China dan unit penjaga pantai untuk mengambil kendali dari bisnis perikanan yang menguntungkan di wilayah tersebut.
Tetapi unsur lain dari keamanan maritim yang kurang mendapat perhatian adalah: kapal selam. “Silent Service” Angkatan Laut jarang diungkapkan operasinya, tetapi merupakan bagian dari armada internasional yang berkembang dikerahkan di seluruh wilayah Pasifik secara luas dan di Laut China Selatan secara khusus.
Adm. Scott Swift, petugas Armada Pasifik AS, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa kapal selam adalah “aset berharga” yang dia miliki. Sistem rudal permukaan ke udara dan senajta lainnya dikerahkan di wilayah ini sebagai bagian dari konsep yang dikenal sebagai anti-acces dan area denial (A2/AD) untuk menghambat pergerakan lawan, namun kapal selam tidak terpengaruh oleh kekuatan ini berbeda dengan kapal dan pesawat udara yang pergerakannya akan terbatasi oleh keberadaan A2/AD.
“Ini memberi saya akses jauh lebih terbuka ke daerah-daerah yang diperebutkan dalam konflik,” kata Swift sebagaimana dikutip Washington Post Kamis 14 April 2016.
Amerika Serikat, China, India, Vietnam, Indonesia, Malaysia dan Australia adalah negara-negara yang tengah mengupgrade kekuatan kapal selam dalam beberapa tahun mendatang. Swift mengatakan itu sebagi “refleksi dari kecemasan” di kawasan ini yang semuanya terpusat pada pergerakan China yang semakin agresif.
“Sebagian besar berpikir hal ini terpusat di Laut China Selatan, tapi kita melihatnya secara lebih luas dan tentu saja di Laut China Timur dan di tempat lain,” kata Swift.
Pentagon mengharapkan untuk menghabiskan sekitar US$97 juta dalam beberapa tahun ke depan untuk membangun pengganti Kelas Ohio yang berjumlah 14 kapal dan secara bertahap akan diganti dengan 12 kapal selam rudal nuklir. Selain itu, Amerika juga terus membangun kapal selam serangan generasi baru yang disebut kelas Virginia sejak tahun 1998 seiring semakin menuanya kelas Los Angeles dan Seawolf. Amerika juga mengembangkan kapal selam drone serta kapal tanpa awak pemburu kapal selam.