Dalam spektrum politik Soviet, Pemimpin Mao merupakan politikus asing yang paling dibenci. Saat intelektual Rusia mempelajari obsesi Mao akan teman-teman Baratnya, mereka sangat terkejut dan bingung.
Andrei Lankov dalam tulisannya yang dimuat di Indonesia RBTH menyebutkan, pada akhir 1960-an, Mao Zedong cukup populer di kalangan intelektual progresif Barat, seperti Jean Paul Sartre, seorang filsuf dan penulis Prancis, yang mulai menempatkan sang pemimpin China di tempat ia pernah menempatkan Joseph Stalin. Revolusi Budaya kala itu dilihat sebagai eksperimen sosial yang sangat menarik untuk dipelajari, dan mungkin bisa diikuti oleh Paris dan Bonn.