Maoisme dan Stalinisme
Graham Young mengklaim bahwa pendukung Maoisme melihat Joseph Stalin sebagai pemimpin sosialis sejati terakhir dari Uni Soviet. Beberapa filsuf politik, seperti Martin Cohen, melihat upaya Maoisme untuk menggabungkan Konfusianisme dan Sosialisme yang disebut sebagai ‘cara ketiga antara komunisme dan kapitalisme’.
Maoisme merupakan adaptasi dari Marxisme-Leninisme-Stalinisme. Ideologi ini memiliki hampir semua fitur yang sama seperti Stalinisme, tetapi dengan satu perbedaan penting. Berbeda dengan bentuk-bentuk Marxisme-Leninisme yang lebih awal, yang menganggap kaum proletar perkotaan sebagai penggerak utama revolusi, dan daerah pedesaan pada umumnya diabaikan, Mao justru memusatkan perhatian pada kaum buruh-tani sebagai kekuatan revolusioner yang utama, yang menurutnya dapat dipimpin oleh kaum proletariat dan pengawalnya, Partai Komunis China.
Hal ini bertentangan dengan seluruh pemikiran Karl Marx. Kaum Marxis di Uni Soviet menganggap Maoisme menyesatkan, meskipun Maoisme pernah dan masih populer di negara berkembang.
Situasi di Moskow sangat berbeda. Pada tahun 1960 – 1970-an, Mao dan model sosialnya tak punya pengagum di Uni Soviet. Dalam spektrum politik Soviet, Mao merupakan politikus asing yang paling dibenci. Saat kaum intelektual Rusia mempelajari obsesi Mao akan teman-teman Baratnya, mereka sangat terkejut dan bingung. Bagi mereka, China pada 1960-an adalah mimpi buruk bagi para petinggi.