AS mendirikan penjara militer di Teluk Guantanamo, Kuba lebih dari 14 tahun yang lalu untuk digunakan menahan dan menginterogasi tersangka teror yang ditangkap selama “perang melawan teror.”
Tetapi upaya itu ternyata telah gagal berdasarkan penelitian terbaru berdasarkan dokumen WikiLeaks. Penelitian meliputi interogasi dan data intelijen yang berhasil dikumpulkan di fasilitas penyiksaan AS tersebut.
Peneliti Emanuel Deutschmann dari Bremen International Graduate School mencoba melakukan pelacakan tentang berbagai data yang terkiat dengan upaya mengorek data intelijen jaringan terorisme di penjara Guantanamo
Temuan penelitian menunjukkan meskipun 85% dari tahanan Guantanamo secara eksplisit dibawa ke Kuba “untuk memberikan informasi,” hampir dua pertiga tidak memberikan informasi apapun. Kira-kira seperempat dari tahanan yang dibawa ke penjara Guantanmo sama sekali tidak memiliki afiliasi dengan organisasi teror. Selain itu sebanyak 63% menolak untuk memberikan bukti kuat.
Selain karena memang tahanan benar-benar tidak memiliki informasi, metode pengumpulan keterangan dengan mcara penyiksaan bukan cara efektif.
Meskipun rezim penyiksaan tidak efektif, praktik ini terus dilakukan dengan sedikit pengawasan dan tidak pernah dipertanyakan hasilnya. Situasi baru berubah pada tahun 2010 ketika Bradley Manning merilis memorandum tentang Gitmo ke Wikileaks.
Memorandum berisi kumpulan data menyeluruh termasuk faktor-faktor seperti usia, kebangsaan, status kesehatan, afiliasi dengan organisasi teroris, nilai intelijen, dan sebagainya.
Dari memorandum itu terlihat hampir seperempat tahanan, tidak ada afiliasi dengan sebuah organisasi teroris yang dikenal dalam file. Banyak juga yang ditangkap ketika berusaha melarikan diri ketika ada serangan yang dipimpin AS di Afghanistan dan Irak.