Amerika Serika kerap kali menggunakan bomber jarak jauh mereka seperti B-2 dan B-52 yang menjadi kekuatan nuklir udara untuk menggertak negara lain. Tetapi bukannya menyelesaikan masalah, strategi itu justru memperburuk keadaan.
Ahli pertahanan militer Adam Lowther dan Chris Winklepleck dalam tulisannya di Breaking Defense baru-baru ini menilai strategi Amerika Serikat dengan selalu menggunakan sinyal ancaman nuklir dengan bomber jarak jauh tidak memberi efek.
Bukti dan sejarah terbaru bahkan menunjukkan bahwa bomber ini memiliki manfaat untuk menggertak tidak ngefek terhadap lawan bahkan hanya meningkatkan ketegangan serta meningkatkan risiko konflik.
Pada 2013 misalnya, Amerika mengirimkan bomber paling mematikan mereka B-2 Spirit ke Korea Utara untuk menggertak Pyongyang agar tidak meneruskan program nuklir mereka. Tetapi Korea Utara terus melakukan apa yang mereka mau. Strategi kembali diulang dengan mengirimkan B-52 pada 2016 setelah Korea mengklaim melakukan uji bom hydrogen. Pesawat terbang rendah di sekitar perbatasn Korea. Tetapi tidak ada dampak apapun kecuali meningkatkan ketegangan di semenanjung Korea.
Baru-baru ini meluncurkan rudal Korea Utara dan uji coba nuklir menunjukkan bahwa sinyal nuklir tidak mencapai efek yang diinginkan.
Secara khusus, pengiriman bomber pada 2013 oleh AS di semenanjung Korea justru diikuti dengan keputusan Korea Utara untuk restart reaktor nuklir Yongbyon satu bulan kemudian. Sementara pada misi 2016 justru menjadikan Korea berjanji mempercepat produksi dan pengujian rudal balistik.
Sementara ahli militer menulis respon agresif militer Korea Utara sebagai sebuah anomaly dengan menyebut kebijakan luar negeri mereka kadang-kadang membingungkan negara sehingga cara yang digunakan untuk negara lain juga tidak akan efektif.
Sementara itu Los Alamos National Lab Jim Doyle dalam tulisannya di Defense News juga memberi contoh pada 27 Oktober 1969 pemerintahan Nixon berusaha untuk memberi “sinyal” serupa ke Uni Soviet dan Viet Cong, dalam apa yang dikenal sebagai “peringatan nuklir gila,”. Nixon cukup agresif dengan akan meluncurkan serangan nuklir terhadap Vietnam Utara jika Moskow tidak menekan pemerintah Hanoi untuk mencari perdamaian. Dalam upaya itu, 18 B-52 mendekati Uni Soviet dari Arktik. Hal itu juga tidak membuat Vietnam gentar dan justru meningkatkan ketegangan dengan Uni Soviet.
Sejarah menunjukkan bahwa pencegahan nuklir dengan cara saling meyakinkan akan memberi kehancuran bukan merupakan cara yang efektif untuk menjaga perdamaian, terutama ketika kepentingan ekonomi dan politik global berusaha untuk mengakhiri ancaman senjata nuklir