From: Sidney Blumenthal To: Hillary Clinton Date: 2012-07-23. Quoting an Israeli security source Sidney Blumenthal wrote:
[I]f the Assad regime topples, Iran would lose its only ally in the Middle East and would be isolated. At the same time, the fall of the House of Assad could well ignite a sectarian war between the Shiites and the majority Sunnis of the region drawing in Iran, which, in the view of Israeli commanders would not be a bad thing for Israel and its Western allies. (https://wikileaks.org/clinton-emails/emailid/12171)
Pada tahun 1982, Oded Yinon seorang wartawan Israel menerbitkan dokumen berjudul ‘A Strategy for Israel in the Nineteen Eighties.’ Sebuah stretegi yang kemudian disebut sebagai ‘The Yinon Plan’ itu menyarankan Israel untuk mempertahankan superioritas harus memecah negara-negara Arab tetangganya menjadi unit sektarian yang lebih kecil dan terlibat dalam perang suku yang tak ada habisnya. The Yinon Plan mengisyaratkan bahwa orang-orang Arab dan Muslim yang saling membunuh adalah polis asuransi untuk Israel.
Kebanyakan komentator di Timur Tengah dan urusan luar negeri Amerika sekarang menyadari bahwa kekacauan di Timur Tengah memiliki banyak hubungannya dengan lobi-lobi Israel dan Yahudi di seluruh dunia.
Dan berkat arsip email Hillary Clinton yang bocor kita mungkin memiliki dokumen yang memberikan konfirmasi bahwa Yinon Plan secara de facto memang merupakan strategi Israel untuk menciptakan kekacauan sektarian di Timur Tengah.
Arsip email yang dirilis Wikileaks menyebutkan mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary menyatakan bahwa pada tahun 2012 Dinas intelijen Israel menganggap potensi perang Sunni-Syiah di Suriah menguntungkan bagi Negara Yahudi dan Barat.
Dalam sebuah email yang dikirim oleh Sidney Blumenthal untuk Hilary Clinton, sumber Israel yang dikutip menyatakan bahwa Iran akan kehilangan satu-satunya sekutu di di Timur Tengah jika rezim Presiden Suriah Bashar Assad runtuh. Hal ini dalam pandangan komandan Israel tidak akan menjadi hal yang buruk bagi Israel dan sekutu Baratnya.
Tetapi dalam dalam email kepada Hillary, Blumenthal juga mengutip pandangan alternatif yang lebih masuk akal dan jauh kurang antusias tentang eskalasi di Suriah. “Para pejabat keamanan Israel percaya bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yakin perkembangan ini [memperluas perang sipil Arab] akan meninggalkan mereka [Israel] rentan, dengan hanya musuh di perbatasan mereka.”
Email ini memungkinkan kita untuk melihat perdebatan politik Israel terjadi pada tahun 2012 hidup kembali. Negara Yahudi harus memutuskan apakah akan menghancurkan rakyat Suriah untuk melemahkan Iran atau memilih alternatif untuk menghancurkan Iran secara langsung. Sejarah menunjukkan bahwa keputusan diambil untuk menghancurkan Suriah sebagai langkah pertama. Dan hasilnya harus mengecewakan bagi Israel karena Iran sekarang lebih kuat dari sebelumnya.
Yang mengejutkan pada akhir 2015, setelah tiga tahun perang saudara Suriah dengan korban jiwa ratusan ribu orang dan jutaan orang mengungsi, Clinton masih menunjukkan sikap yang sama yakni tetap memperjuangkan bagaimana Israel menang melawan Iran, dan caranya dengan mengorbankan rakyat Suriah.
Dalam sebuah email yang dikirim Hillary Clinton ke akun yang tidak diketahui pada 30 November 2015 Hillary menulis: Cara terbaik untuk membantu mengatasi Israel melawan kemampuan nuklir Iran yang meningkat adalah untuk membantu rakyat Suriah menggulingkan rezim Bashar Assad.
Jadi mungkin lebih baik Hillary Clinton mempertimbangkan mengundang beberapa pengungsi Suriah untuk menetap di rumahnya. Langkah seperti itu mungkin akan memunculkan rasa kemanusiaan dan akhirnya menyesal.