Apa yang dapat dilihat dapat dihancurkan, adalah pepatah lama medan perang. Dan dalam pertempuran udara dari masa depan, kemenangan tidak akan ditentukan oleh jet yang mampu melesat paling cepat, tetapi yang memiliki sensor terbaik.
Di situlah kunci keunggulan pertempuran udara, menurut sebuah studi baru dari Pusat Penilaian Strategis dan Anggaran atau Center for Strategic and Budgetary Assessments (CSBA) Amerika Serikat. Dan jika perkiraan itu benar, maka ini adalah kabar baik bagi F-35 yang selama ini dihujani kritik karena disebut pesawat yang lemah, lamban dan memiliki kinerja terbang biasa-biasa saja. Tetapi pesawat ini memiliki teknologi siluman tingkat tinggi dan sensor canggih yang dapat memungkinkan untuk menyergap pesawat China dan Rusia.
“Transformasi ini dapat terus mengurangi fungsi dari beberapa sifat tradisional terkait dikaitkan pesawat tempur [misalnya, kecepatan ekstrim dan manuver] sekaligus meningkatkan nilai alat yang biasanya tidak berhubungan dengan pesawat tempur [misalnya, sensor dan payload senjata serta jangkauan],” demikian kesimpulan studi yang ditulis oleh peneliti CBSA dan mantan perwira Angkatan Udara AS John Stillion.
Kesimpulan itu didasarkan pada studi terkini dalam pertempuran udara yang dilakukan sejak Perang Dunia I, dan yang termasuk database CSBA dari 1.467 kemenangan udara sejak 1965 [meskipun mungkin tidak aktual]. Dari 1914-1965, sensor udara Mark I eyeball, dan senjata udara ke udara utama adalah senapan mesin atau meriam. “Keterbatasan fisik penglihatan manusia memberikan sensor yang relatif pendek dengan kisaran sekitar 2 mil laut,” catatan studi, sementara senapan mesin dan meriam diperlukan untuk menyerang target dalam jarak 50 sampai 500 meter. Dengan demikian pertempuran udara pada dasarnya kontes kesadaran situasional, dengan kemenangan akan diraih pada siapa yang melihat musuh pertama, dan banyak korban tidak pernah melihat siapa yang menembak jatuh mereka. Dengan kata lain, taktik paling sukses adalah penyergapan udara.”
Setelah tahun 1970-an, pertempuran udara jarak pendek memang masih terus terjadi. Namun setelah 1980-an, kemampuan sensor, rudal, identifikasi kawan atau lawan teknologi dan stasiun radar udara telah mengubah sifat pertempuran udara menjadi perang di luar visual atau Beyond Visual Range (BVR) di mana pesawat mush tidak pernah saling melihat secara fisik. “Selama dua dekade terakhir, sebagian besar kemenangan udara adalah hasil dari keterlibatan BVR di mana pemenang hampir selalu memiliki keunggulan dalam sensor dan jangkauan senjata dan dukungan kontrol darat seperti operator radar atau rekan-rekan udara mereka di pesawat Airborne Warning and Control Systems (AWACS), ” tulis CSBA lagi. Inlah yang menjadi alasan pilot Vietnam Utara lebih berhasil menembak jatuh pesawat Amerika dalam Perang Vietnam dibandingkan pilot Irak saat Perang Teluk, karena Amerika sukses meningkatkan kesadaran situasional dalam konflik terakhir.