Sekitar bulan Juli 2015, F-35 Lighting II dihantam isu tidak nyaman ketika muncul laporan pesawat ini tidak berkutik ketika melakukan simulasi pertempuran jarak dekat dnegan F-16D Blok 40. Para pengkritik F-35 seperti mendapat amunisi untuk menyerang program pesawat super mahal ini. Muncul pertanyaan jika melawan F-16 yang tua saja kalah bagaimana jika berhadapan dengan pesawat yang lebih canggih semacam Typhoon, Rafale atau generasi Flanker.
Kampfly Bloggen (Blog Pesawat Tempur) yang merupakan blog resmi dari Kantor Program F-35 Norwegia di lingkungan Kementerian Pertahanan Norwegia, baru saja menerbitkan sebuah artikel menarik yang ditulis Mayor Morten “Dolby” Hanche , salah satu pilot Angkatan Udara Norwegia pertama yang menerbangkan F-35.
“Dolby” memiliki lebih dari 2.200 jam terbang denganF-16, dia adalah lulusan US Navy Test Pilot School, dan saat ini menjabat sebagai instruktur dan Assistant Weapons Officer pada the 62nd Fighter Squadron di Luke Air Force Base in Arizona.
Dia memberikan pengalamannya ketika melakukan latihan dogfighting di F-35 dengan F-16. Tulisan ini merupakan terjemahan langsung dari postingan tersebut. Ada beberapa bagian yang harus diubah kalimatnya namun tidak mengurangi substansinya agar lebih memudahkan. Beberapa bagian sangat sulit untuk diterjemahkan sehingga menggunakan bahasa aslinya.
F-35 di Pertempuran Udara –
Apa yang Telah Saya Pelajari Sejauh ini?
Saat ini saya memiliki beberapa sortie di F-35 di mana misi telah berlatih dalam pertempuran jangkauan visual satu lawan satu, serta Basic Fighter manuver (BFM).
Dalam posting ini, bagaimanapun, saya akan menceritakan tentang pengalaman dengan F-35 ketika harus berakhir di pertempuran udara.
Sekali lagi, saya menggunakan F-16 sebagai referensi saya. Sebagai pilot yang terhitung baru di F-35 saya masih harus banyak belajar, tapi saya mendapatkan beberapa hal yang menarik. Untuk saat ini kesimpulan saya F-35 adalah sebuah pesawat yang memungkinkan saya untuk menjadi lebih maju dan agresif dibandingkan ketika saya berada dalam F-16.
Saya akan mulai dengan berbicara sedikit tentang bagaimana kita berlatih BFM. Sebuauh situasi pertempuran udara satu lawan satu antara dua pesawat dan mungkin juga lebih. Pelatihan semacam ini selalu penting, karena membangun keterampilan fundamental pilot. Dalam pelatihan semacam ini biasanya kita mulai dengan parameter yang ditetapkan, dengan peran jelas ofensif, defensif atau netral.
Pengaturan pelatihan dimulai pada jarak satu, dua atau tiga kilometer dari penyerang. Jarak minimum adalah 300 meter. Pembatasan semacam ini mungkin terlihat konservatif, Tetapi jarak 300 meter akan hilang dengan cepat dalam sebuah pertempuran udara. Mulai dari jarak yang berbeda memungkinkan kita untuk mendapatkan variasi setiap keterlibatan. Jarak yang lebih jauh berarti lebih banyak energi dibutuhkan, g-load lebih tinggi dan sering berakhir dalam pertarungan panjang. Jarak pendek biasanya tujuan utama adalah untuk berlatih menembakkan meriam baik menyerang atau bertahan.
Sebelum pelatihan dimulai, kami selalu diperiksa apakah kita “fit for fight”, apakah saya akan mampu menahan g-load tinggi hari ini? Latihan G-awarness dilakukan dengan membuat dua putaran relatif ketat, dengan secara bertahap meningkatkan g-load. Pengalaman saya adalah ketika dehidrasi dan juga kurang tidur akan mempengaruhi g-load menjadi negtif. Jika seseorang sedang memiliki g-load yang tidak baik maka kita menyesuaikan latihan sesuai dan menghindari g-load tinggi.
Dalam peran ofensif, tujuan pelatihan adalah untuk mengeksploitasi setiap kesempatan membunuh lawan dengan semua senjata yang tersedia melalii manuver untuk mendapatkan posisi stabil di belakang lawan. Dari posisi kontrol ini yang paling mungkin untuk secara efektif menggunakan rudal dan senjata, tanpa lawan bisa menghindari atau melakukan tembakan balasan. Jadi bagaimana F-35 berperilaku di pertempuran udara?