Gencatan senjata di Suriah resmi diberlakukan mulai Sabtu 27 Februari 2016. Setelah perang melelahkan selama empat tahun dengan puluhan ribu orang tewas, jutaan mengungsi dan jutaan orang kehilangan rumah, perang bisa dibuat jeda. Setidaknya ada waktu untuk mengirimkan bantuan kepada penduduk sipil serta membuka ruang dialog pada pihak-pihak yang berkonflik.
Gencatan senjata dicapai setelah pada Senin 22 Februari 2016, Presiden Rusia dan Amerika Serikat telah menyepakati rencana gencatan senjata di Suriah. Dan berikut tujuh pertanyaan seputar gencatan senjata tersebut
1.Siapakah pihak yang dimaksud dalam kesepakatan antara Putin dan Obama?
Perjanjian tersebut membahas gencatan senjata antara pasukan pemerintah beserta sekutunya dan kelompok oposisi militer. Menurut Presiden Rusia Vladimir Putin, gencatan senjata tidak akan berlaku terhadap kelompok ekstremis ISIS, Jabhatt al-Nusra, dan organisasi lainnya yang diakui sebagai kelompok teroris oleh Dewan Keamanan PBB.
2.Kapan gencatan senjata mulai diberlakukan?
Gencatan senjata mulai berlaku pada 27 Februari. Sehari sebelumnya, pada 26 Februari, para perwakilan setiap kelompok yang terlibat dalam konflik Suriah harus “mengonfirmasi kepada pihak Rusia atau Amerika atas komitmennya dalam melakukan gencatan senjata”. Kemudian, setelah itu baru akan dibentuk sebuah peta yang akan menunjukkan wilayah mana saja yang diduduki oleh tiap-tiap kelompok. Pada daerah-daerah tersebut akan diberlakukan gencatan senjata.
3.Siapakah yang memantau jalannya perjanjian?
Perjanjian ini berada di bawah naungan satuan tugas untuk gencatan senjata PBB. Rusia dan AS akan mengepalai satuan tugas tersebut. Hotline khusus dan — jika perlu — sebuah kelompok kerja akan disediakan untuk menjembatani pertukaran informasi antara Moskow dan Washington.
Pada saat yang sama, di pangkalan udara Rusia di Hmeimim telah dibangun pusat kordinasi untuk merekonsiliasi pihak-pihak yang bertikai. Sebagaimana yang dikabarkan Kementerian Pertahanan Rusia, siapa pun yang bersedia melakukan gencatan bisa pergi ke Pusat Kordinasi. Di sana, mereka akan dibantu untuk disambungkan ke pihak berwenang Suriah.
4. Bagaimana reaksi seluruh pihak yang bersangkutan terhadap kesepakatan tersebut?
Berdasarkan negosiasi para wakil oposisi Komite Tinggi Suriah di Riyadh pada 22 Februari, mereka menyatakan kesediaannya menerima upaya-upaya internasional untuk mengakhiri peperangan. Namun, posisi Polisi Khusus Militer mengajukan sejumlah persyaratan, salah satunya adalah penghentian pengeboman oleh Rusia dan pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Pada gilirannya, al-Assad dalam percakapannya dengan Putin pada 24 Februari mengumumkan kesiapan pemerintah Suriah untuk “mengikuti gencatan senjata.” Pada saat yang sama, Assad dan Putin menekankan pentingnya “perjuangan tanpa kompromi” terhadap ISIS, Jhabat al-Nusra, dan kelompok teroris lainnya.
5. Apa saja yang menghambat terlaksananya perjanjian?
Terdapat kesulitan dalam upaya memisahkan oposisi moderat dari kelompok radikal. Demikian hal tersebut diutarakan Direktur Pusat Studi Timur Tengah dan Asia Tengah Semyon Bagdasarov kepada RBTH. Di samping itu, militan Jabhat al-Nusra yang merupakan cabang dari kelompok teroris al-Qaeda terus melakukan kerja sama dengan beberapa tim oposisi Tentara Pembebasan Suriah. Dengan demikian, Bagdasarov berpendapat bahwa formasi tersebut dirasa sulit dipisahkan.
Oposisi Suriah sendiri hanya memberikan satu jalan untuk dapat keluar dari situasi ini, yaitu agar tentara Assad dan pasukan aviasi Rusia berhenti menyerang Jabhat al-Nusra.
6.Seberapa besar kemungkinan berhasilnya perjanjian tersebut?
Kemungkinan berhasilnya perjanjian ini lebih tinggi dibandingkan perjanjian-perjanjian mengenai Suriah yang pernah ada sebelumnya, demikian hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Analisis Konflik Timur Tengah, Institut Amerika Serikat dan Kanada Aleksander Shumilin. Menurutnya, hal yang menjadi jaminan adalah berkat dukungan kepala Federasi Rusia dan AS terhadap perjanjian tersebut.
7.Apakah Amerika Serikat memiliki rencana cadangan?
Kepala Pentagon dan CIA tidak merasa optimis dengan rencana ini. Mereka tidak yakin bahwa Rusia akan mempromosikan gencatan senjata dan menghubungi Presiden Obama dengan tawaran untuk mengembangkan rencana B sebagai rencana cadangan. Rencana cadangan ini mengikaji kemungkinan pengiriman senjata berkekuatan tinggi kepada penentang Assad dan kemungkinan, pemberlakuan sanksi terhadap Rusia, seperti yang sebelumnya pernah terjadi dalam konflik di Ukraina.
Para pakar Rusia yakin bahwa perkembangan ini sangat mungkin terjadi meskipun, di satu sisi, mereka juga mencatat adanya kebuntuan pada upaya tersebut. Menurut Bagdasarov, rencana cadangan tersebut kemungkinan ada, dan bahkan pemasokan senjata kepada oposisi telah dilakukan. Ia mengingatkan kembali mengenai pesan pemasokan rudal antitank Amerika kepada oposisi.
Sumber: Indonesia RBTH