Setelah 30 Tahun, Prancis Akui Uji Nuklir Mereka di Pasifik Munculkan Masalah

Setelah 30 Tahun, Prancis Akui Uji Nuklir Mereka di Pasifik Munculkan Masalah

Presiden Prancis Francois Hollande mengakui bahwa uji nuklir yang dilakukan 30 tahun lalu di Polinesia Prancis berdampak pada kesehatan dan lingkungan. Dia berjanji untuk melakukan peninjauan kembali untuk memberi ganti rugi korban.

Pernyataan Hollande itu, yang disampaikan pada kunjungan ke Polinesia Prancis Senin 22 Februari 2016.

“Saya mengakui bahwa uji nuklir antara 1966 hingga 1996 di Polinesia Prancis memiliki dampak lingkungan yang membahayakan kesehatan,” kata Hollande.

Prancis melakukan 193 uji nuklir di atol Mururoa dan Fangataufa hingga presiden Jacques Chirac menyatakan mengakhiri program itu pada 1990-an.

Hanya sekitar 20 orang menerima ganti rugi akibat penyebaran kanker, yang diduga terkait dengan uji nuklir dari antara sekitar 1.000 penggugat, dan Hollande mengatakan upaya itu akan dipertimbangkan kembali. “Pengolahan aplikasi untuk kompensasi bagi korban uji nuklir akan ditinjau,” katanya.

Sekitar 150.000 sipil dan personel militer terlibat dalam 210 uji nuklir yang dilakukan Prancis antara 1960 dan 1996 di Pasifik dan gurun Sahara. Banyak dari mereka kemudian mengalami masalah kesehatan yang serius.

Prancis selama puluhan tahun membantah bertanggung jawab karena khawatir pengakuan akan melemahkan program nuklir selama Perang Dingin.

Tapi, pada 2010, Prancis mengesahkan undang-undang otorisasi kompensasi untuk veteran militer dan sipil yang mengidap kanker yang dapat dikaitkan dengan program pengujian. Polinesia Prancis, dengan populasi sekitar 280.000 jiwa, merupakan salah satu dari tiga wilayah Prancis di Pasifik.