Pemerintah Italia telah setuju untuk memungkinkan drone bersenjata AS diterbangkan dari pangkalan Amerika di Sisilia, dalam upaya untuk meningkatkan perang melawan ISIS di Libya. Perjanjian dilakukan Senin 22 Februari dan dilakukan setelah peningkatan aktivitas ISIS di negara Afrika Utara tersebut.
Perjanjian ini akan diterapkan secara ketat, dengan izin akan diberikan otorisasi Italia pada penerbangan drone dari pangkalan udara Sigonella Sisilia pada kasus per kasus. Berdasarkan perjanjian tersebut, penerbangan pesawat tak berawak bersenjata tidak dapat digunakan untuk tujuan ofensif, hanya untuk melindungi personil di lapangan.
Selama 18 bulan terakhir, Washington telah meminta ke Italia untuk bisa melakukan operasi drone bersenjata dari Sigonella untuk beroperasi di Libya.
Perjanjian tersebut menandakan titik balik potensial untuk negara-negara Eropa terkait upaya Washington memerangi ISIS di Libya. Pejabat Eropa selama in enggan untuk campur tangan lebih lengkap di negara yang kacau balau tersebut.
Pada 2011 Amerika dan juga sejumlah negara Eropa melakukan intervensi di Libya, untuk menggulingkan kediktatoran Muammar Gaddafi, meninggalkan kekosongan kekuasaan dengan dua pemerintah yang bersaing. Situasi chaos ini telah dimanfaatkan ISIS untuk juga beroperasi di wilayah tersebut.
Munculnya kekuatan ISIS di Libya telah memunculkan serangan di Tunisia , sebuah negara moderat yang paling stabil di dunia. Menanggapi ini serangan teroris, AS meluncurkan serangan pekan lalu di pangkalan Sabratha Libya, dekat perbatasan Tunisia, menargetkan Noureddine Chouchane, militan kelahiran Tunisia yang mendalangi dua serangan teroris di negara asalnya, membunuh puluhan wisatawan. AS kemungkinan akan terus meningkatkan serangan dalam beberapa pekan ke depan.
Pemerintah Italia telah menyatakan menolak untuk mengambil bagian dalam serangan militer di Libya sampai pemerintah Libya yang sah muncul dan meminta bantuan. Meskipun adanya tekanan dari Washington untuk melakukan operasi ofensif dari Sigonella, pejabat Italia terus menolak untuk, karena takut menjadi terlibat dalam perang sipil negara lain dan penolakan warga di dalam negeri.