Saat hubungan dengan Amerika Serikat, Eropa dan Turki memburuk sejak intervensi di Ukraina dan Suriah, satu negara yang tetap memiliki hubungan baik dengan Moskow, yakni Israel.
Hubungan kedua negara semakin erat di era Presiden Vladimir Putin. Putin mengunjungi Israel dua kali yakni pada 2012 dan 2015 yang menjadikkanya sebagai pemimpin Rusia pertama yang bepergian ke negara Yahudi tersebut. Saat di Israel, Putin juga mengunjungi Tembok Barat yang merupakan situs tersuci Yudaisme serta Yad Vashem Holocaust memorial Israel, di mana Putin terlihat mengheningkan cipta.
Saat ini Rusia juga mengambil pendekatan yang lebih seimbang untuk terorisme dan masalah keamanan Israel, terutama dibandingkan dengan periode Soviet. Pada tahun 2008 misalnya, Kremlin berjanji kepada Israel akan membatalkan kontrak penjualan sistem rudal pertahanan udara S-300 ke Iran pada 2010. Demikian juga soal Palestina, meskipun Putin mengatakan kepada Netanyahu untuk mengakhiri perang Israel dengan Hamas 2014, tetapi saat menerima kunjungan rabbi terkemuka Israel dia mengatakan “Saya mendukung pertempuran Israel yang dimaksudkan untuk menjaga warganya tetap dilindungi”
Selain itu dan meminta rabbi untuk memberitahu Netanyahu bahwa dia adalah teman sejati Israel. Baru-baru ini, Putin dan Netanyahu sepakat untuk melanjutkan kerjasama dalam memerangi terorisme, dan Rusia tidak ikut campur ketika Israel membunuh sosok yang dianggap pemimpin teroris di pinggiran Damaskus, meski Suriah adalah sekutu Rusia.
Tetapi ketika tiba-tiba melihat militer Rusia mengangkang di perbatasan utaranya, jelas bukan menjadi hal yang diinginkan oleh Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan harus dua kali diyakinkan oleh Putin bahwa ia menghormati kunci “garis merah” Israel di Suriah dan meyakinkan senjata canggih yang bisa mengubah keseimbangan kekuasaan antara Israel dan Hizbullah tidak akan ditransfer melalui Suriah ke kelompok yang didukung Iran.
Israel telah menegakkan garis merah sejak awal perang saudara Suriah dengan memukul konvoi senjata yang diduga pergi dari Suriah menuju kubu Hizbullah di Libanon.
Oleh karena itu jaminan Putin untuk Netanyahu bahwa Rusia memahami kebijakan anti-Hizbullah Israel.
Israel dan Hizbullah terlibat perang berdarah tapi tidak meyakinkan pada tahun 2006, dan jika mereka bentrok lagi, Israel akan sangat bergantung pada keunggulan senjata untuk mengalahkan Hizbullah. Meskipun Hizbullah terikat di Suriah untuk saat ini, militer Israel menganggap konflik lain dengan Hizbullah menjadi hampir tak terelakkan.
Tetapi laporan terakhir dari The Daily Beast menyebutkan Rusia telah memasok senjata langsung kepada Hizbullah. Menurut laporan itu, seorang komandan Hizbullah tingkat menengah mengatakan “Kami adalah sekutu strategis di Timur Tengah sekarang. Rusia adalah sekutu kami dan memberi kami senjata” kata komandan Hizbullah lain mengklaim bahwa Rusia bahkan tidak memberi batasan senjata apa saja yang bisa digunakan Hizbullah.
Mengingat hubungan dekat Putin dengan Israel, lalu apa kira-kira yang memotivasi Moskow untuk memasok senjata Hizbullah? Jawaban yang paling mungkin adalah perhitungan dingin oleh Rusia dari kepentingan nasionalnya. Ketika militer Rusia dikerahkan ke Suriah, Putin menemukan bahwa rezim Assad lebih lemah dari yang diperkirakan sebelumnya. Putin jelas memprioritaskan menyelamatkan rezim Suriah untuk melindungi, kepentingan ekonomi dan militer politik Rusia di negeri ini. Selain itu Rusia sepertinya lebih percaya pada kerja Hizbullah daripada pasukan Assad.