Site icon

Mencari Ujung Perang Dingin di Timur Tengah

 

Konflik diplomatik yang terjadi saat ini antara Riyadh dan Teheran tidak bisa menjadi alasan yang mempengaruhi harga minyak atau emas hitam dunia. Tetapi jika perang dingin ini berkembang menjadi hot spot dan meluas ke daerah penghasil minyak besar, maka hampir pasti akan meningkatkan harga minyak dunia. Demikian disampaikan Nataliia Slobodian PhD, pakar masalah energi dari Pusat Studi Nasional dan Strategis dalam tulisannya di di Defence24.com.

Sebelumnya mari sekilas meninjau kembali tentang konflik yang terjadi antara Arab Saudi dan Iran. Pada 2 Januari tahun ini, Arab Saudi mengumumkan eksekusi 47 orang dengan tuduhan terorisme, termasuk Nimr al-Nimr, ulama syiah yang kemudian memicu kemarahan pengunjuk rasa Iran dengan menyerbu kedutaan Saudi di Teheran pada hari berikutnya, menggeledah kantor dan membakarnya.

Seorang warga Arab Saudi, al-Nimr adalah lawan dinasti yang berkuasa. Meski Syiah Arab yang jumlahnya mencapai sekitar 15 persen dari penduduk Arab hidup rukun dengan terpusat di daerah kaya minyak Qatif dan al-Ahsa, Syiah Arab Saudi telah lama mengeluhkan diskriminasi dengan mengatakan mereka tidak bisa menempati pekerjaan penting di pemerintah dan posisi di sektor publik.

Pada awal Arab Spring pada tahun 2011, Sheikh Nimr mengadakan demonstrasi menentang intervensi Saudi di Bahrain. Pada saat itu, al-Nimr telah mendesak Syiah mengambil kekuasaan di Bahrain, serta pemisahan Provinsi Timur Arab Saudi untuk bergabung ke Syiah Bahrain untuk menciptakan kekuatan Syiah di Teluk Persia. Sebaliknya, Iran menyatakan kesiapannya untuk membela Syiah di luar negara.

Dan saat ini Riyadh telah memutus hubungan diplomatik dengan Teheran serta membangun koalisi regional. Bahrain, UAE, Qatar, Kuwait dan Sudan mengikuti jejak Arab dengan memutuskan hubungan diplomatik pada Iran.

Next: Mengapa Kontradiksi Baru Muncul Sekarang?

Mengapa Kontradiksi Baru Muncul Sekarang?

Saat ini, ada penurunan harga minya secara stabil di seluruh dunia. Beberapa ahli di barat memprediksi bahwa pada tahun 2016 akan ada pengurangan penurunan harga minyak hingga US$15-20 per barel meski dalam situasional jangka pendek. Pertama dan terpenting adalah kekhawatiran Iran dengan situasi ini. Setelah normalisasi hubungan antara Teheran dan Barat, Iran bisa mendapatkan dana sekitar US$55 miliar hingga US$150 miliar dari aset yang dibekukan selama pemberlakuan sanksi. Namun, jumlah ini cukup kecil untuk meningkatkan volume produksi minyak. Jadi, pertama, Iran akan lebih tertarik pada hidrokarbon dan, kedua, Iran memiliki tujuan untuk menarik investasi asing ke negara itu. Dengan demikian, peningkatan konflik di wilayah tersebut bukan merupakan tujuan strategis dari pemerintah Rouhani.

Di sisi lain, Kerajaan Arab Saudi baru-baru ini mengumumkan rekor defisit anggaran hingga US$98 miliar. Menurut Badan Moneter Arab Saudi, emas dan cadangan devisa negara turun menjadi US$648 miliar pada akhir Oktober 2015 dari US$742 miliar di tahun sebelumnya. Jika situasi tidak berubah, Kerajaan mungkin akan kehabisan stok cadangan dalam waktu 5 tahun. Dalam keadaan ini, pemerintah Salman Al-Saud telah memutuskan untuk tidak fokus pada harga minyak tetapi melakukan upaya dengan pengurangan program sosial, peningkatan belanja, diversifikasi ekonomi, pengurangan subsidi dan privatisasi di sektor-sektor tertentu dari ekonomi.  Riyadh telah menunjukkan kesediaan untuk menggunakan instrumen ekonomi guna mengatasi masalah anggaran.

Secara khusus kemungkinan, privatisasi Saudi Aramco, perusahaan minyak milik negara dari Kerajaan Arab Saudi akan dilakukan melalui IPO yang baru-baru ini diumumkan sebagai sarana untuk menarik investasi tambahan guna mengimbangkan ekonomi negara Namun, bahkan jika harga emas hitam dunia turun menjadi US$ 10-15 per barel, proyek Saudi akan tetap menguntungkan mengingat biaya produksi minyak bervariasi hanya dari US$1 sampai US$5 per barel.

Selanjutnya, Arab Saudi juga prihatin dengan loyalitas negara-negara Barat terhadap program nuklir Iran dan menganggap ambisi nuklir Teheran menjadi ancaman langsung pada semua negara-negara kawasan Teluk. Riyadh meragukan kemampuan masyarakat internasional untuk mengambil kontrol 100 persen terhadap pusat nuklir Iran. Sehingga isu utama yang akan muncul adalah perlunya jaminan keamanan nuklir di wilayah tersebut.

Next: Dapatkah Perang Dingin Menjadi Konflik Panas?

Dapatkah Perang Dingin Menjadi Konflik Panas?

Timbul kecenderungan ke arah konflik dapat diamati di Timur Tengah saat ini dari beberapa bidang. Pertama lima konflik bersenjata skala besar sudah beroperasi di kawasan ini yakni konflik Israel-Palestina, perang saudara di Libya, Suriah, Yaman dan Irak dan perluasan ISIS. Kedua eskalasi bentrokan Syiah-Sunni, ketiga, penurunan harga minyak telah menyebabkan pembentukan dua kelompok yang bertikai di OPEC dengan satu sisi di Arab Saudi dan monarki Teluk Persia lainnya yang mempertahankan atau bahkan meningkatkan volume produksi minyak, dan di sisi lain Iran, Rusia dan Venezuela, yang anggarannya diisi oleh pendapatan minyak dan sangat terpengaruh dengan penurunan harga minyak saat ini. Akhirnya faktor keempat adalah persaingan Iran-Arab yang sedang berlangsung untuk menjadi pusat kekuatan geopolitik yang sedang berlangsung di wilayah tersebut.

Ada tiga skenario yang mungkin terjadi di Teluk Persia. Pertama pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi dan Iran dapat bergerak ke tingkat perang perdagangan, penghentian transportasi dan Iran mungkin dikeluarkan dari kesempatan untuk melakukan ibadah haji ke Mekah (hal yang juga pernah dilakukan pada tahun 1988ketika ada pemutusan diplomatik hubungan antara Tehran dan Riyadh). Berbagai negara kemudian akan membentuk koalisi pro-Iran dan anti-Iran yang berpengaruh negatif terhadap kerjasama regional dan daya tarik investasi ke daerah tersebut. Arab Saudi dapat meningkatkan produksi minyak dan memperluas pasar ekspor, sementara Iran mungkin kesulitan memasuki pasar dan mengamankan pangsa setelah lama terkena sanksi. Teheran mungkin memilih diversifikasi ekspor hidrokarbon, lebih memilih gas daripada minyak.

Skenario lain adalah perang hybrid. Teheran dan Riyadh mungkin mendukung oposisi masing dalam rangka mencapai kudeta (pergolakan internal) dan perubahan kekuasaan. Hari ini, Arab Saudi dikenal sebagai negara “Islam Amerika” oleh ulama Iran. Teheran juga mengungkapkan kesediaan untuk mendukung 15 persen populasi Syiah di Arab dan memberikan dukungan penuh kepada masyarakat Syiah di Bahrain (75 persen), Kuwait (30 persen), Qatar ( 20 persen), Dubai (30 persen), Abu Dhabi (20 persen) dan lain-lain.

Di sisi lain, Kerajaan Saudi dapat mendukung oposisi, Iranian Green Movement, yang terorganisir dan melakukan serangkaian protes di Teheran pada 2009-2011. Dalam perang hybrid kemungkinan sabotase dan operasi teroris di industri minyak dan pengolahan untuk melemahkan infrastruktur musuh tidak boleh diabaikan kemungkinannya. Akibatnya, counteractions ini akan mempengaruhi pertumbuhan harga di pasar minyak. Perlu dicatat bahwa konflik internal berskala besar di Arab Saudi dan serangan teroris di ladang minyak akan berdampak kenaikan harga minyak dunia.

Next: Skenario Konflik Arab-Iran Berjalan Lama

Skenario Konflik Arab-Iran Berjalan Lama

Konfrontasi antara Riyadh dan Teheran bisa mencapai tingkat konflik bersenjata dan dapat menyebabkan krisis berkepanjangan seperti yang terjadi selama konflik Iran-Irak di 1980-1988. Konfrontasi militer Saudi-Iran dapat muncul di wilayah negara Irak, di mana warga Arab secara tradisional mendukung komunitas Sunni dan Iran mendukung komunitas Syiah. Namun, juga dapat meningkatkan ketegangan antara Iran dan Arab Saudi ke tingkat lain melalui serangan udara atau rudal pada satu sama lain. Konflik militer pasti akan melibatkan negara penghasil minyak lainnya di wilayah ini seperti  Qatar, Kuwait dan Bahrain  dan melumpuhkan lalu lintas tanker minyak di Teluk. Sebagai akibat dari peristiwa dijelaskan, kenaikan cepat harga minyak dunia akan terjadi. Paul Sullivan, seorang peneliti Amerika, meramalkan bahwa dalam situasi seperti ini, harga minyak dapat mencapai US$300 per barel.

Teluk Persia, yang telah dianggap sebagai wilayah di mana Amerika memiliki kepentingan vital yang selalu berhadapan dengan kepentingan Moskow. Rusia yang berusaha untuk menjadi negara adidaya dalam hal energi memiliki kepentingan untuk memperkuat posisinya di ruang energi global. Sejak terjadinya konflik Arab-Iran, Kremlin telah menawarkan mediasi dan negosiasi dengan mencoba peran pembawa damai. Hal ini jelas ketika Kremlin mencari cara perbaikan hubungan dengan pemerintah Rouhani di mana kerja sama dan energi dan proyek militer dapat menjadi poin umum. Jika penurunan harga minyak terus berlanjut selama beberapa tahun, akan lebih menguntungkan bagi Iran untuk mengekspor gas daripada minyak. Azizollah Ramezani, Direktur Urusan Internasional di Perusahaan Gas Nasional Iran mengatakan bahwa prioritas geografis ekspor adalah Eropa, China dan India. Hari ini, Teheran siap untuk berdiskusi dengan rekan-rekan Eropa pembentukan pipa gas lintas perbatasan dengan Eropa, misalnya, Iran – Turki – Bulgaria – Yunani.

Dengan begitu Teheran dapat berfungsi sebagai pemasok alternatif yang sah dari gas alam ke Eropa bukan Moskow. Selain itu, Iran sedang mempersiapkan untuk membentuk kembali di pasar minyak Eropa. Dalam keadaan seperti itu, penting bagi Moskow untuk membangun jembatan persahabatan  dengan Teheran untuk mengontrol tujuan ambisius dan tetap menjadi pemasok utama hidrokarbon ke Eropa.

Next: Apa Pengaruhnya Terhadap Eropa?

Apa Pengaruhnya Terhadap Eropa?

Hari ini, Arab Saudi dan Iran berusaha untuk melakukan diversifikasi ekonomi mereka dan membangun kontak ekonomi asing baru. Secara khusus, Arab Saudi telah mengumumkan penghapusan subsidi untuk produksi pangan dan listrik, dan pada saat yang sama, Iran mengumumkan serangkaian proyek infrastruktur berskala besar. Ini berarti bahwa sektor ini akan segera memerlukan investasi besar dan itu mungkin menarik untuk perusahaan-perusahaan Eropa.

Perlu dicatat bahwa saat ini Arab Saudi memiliki tujuan ambisius untuk mengembangkan program nuklirnya sendiri. Dengan demikian, Riyadh akan tertarik dalam pelaksanaan program pendidikan dan proyek. proyek pendidikan dan pelatihan yang dapat memberikan dasar bagi kerja sama yang bermanfaat antara negara-negara Uni Eropa dan Kerajaan Saudi.

Di sisi lain, dalam kasus eskalasi ketegangan antara Arab Saudi dan Iran untuk konfrontasi bersenjata, mungkin ada defisit hidrokarbon di tingkat global dan peningkatan volatilitas harga emas hitam. Saat ini, ketika arsitektur perkembangan geopolitik global runtuh dan dunia di ambang perang energi dengan fokus pada konflik minyak dan gas, penting bagi negara-negara Eropa untuk mengambil langkah-langkah pencegahan untuk membuat cadangan sumber daya energi. Pertama dan terpenting, adalah mengambil keuntungan dari harga minyak yang rendah saat ini dan mengembangkan cadangan strategis.

Sumber: defence24.com

Baca juga:

http://www.jejaktapak.com/2016/01/18/melihat-peta-sunni-syiah-di-timur-tengah/

Exit mobile version