Mengapa Kontradiksi Baru Muncul Sekarang?
Saat ini, ada penurunan harga minya secara stabil di seluruh dunia. Beberapa ahli di barat memprediksi bahwa pada tahun 2016 akan ada pengurangan penurunan harga minyak hingga US$15-20 per barel meski dalam situasional jangka pendek. Pertama dan terpenting adalah kekhawatiran Iran dengan situasi ini. Setelah normalisasi hubungan antara Teheran dan Barat, Iran bisa mendapatkan dana sekitar US$55 miliar hingga US$150 miliar dari aset yang dibekukan selama pemberlakuan sanksi. Namun, jumlah ini cukup kecil untuk meningkatkan volume produksi minyak. Jadi, pertama, Iran akan lebih tertarik pada hidrokarbon dan, kedua, Iran memiliki tujuan untuk menarik investasi asing ke negara itu. Dengan demikian, peningkatan konflik di wilayah tersebut bukan merupakan tujuan strategis dari pemerintah Rouhani.
Di sisi lain, Kerajaan Arab Saudi baru-baru ini mengumumkan rekor defisit anggaran hingga US$98 miliar. Menurut Badan Moneter Arab Saudi, emas dan cadangan devisa negara turun menjadi US$648 miliar pada akhir Oktober 2015 dari US$742 miliar di tahun sebelumnya. Jika situasi tidak berubah, Kerajaan mungkin akan kehabisan stok cadangan dalam waktu 5 tahun. Dalam keadaan ini, pemerintah Salman Al-Saud telah memutuskan untuk tidak fokus pada harga minyak tetapi melakukan upaya dengan pengurangan program sosial, peningkatan belanja, diversifikasi ekonomi, pengurangan subsidi dan privatisasi di sektor-sektor tertentu dari ekonomi. Riyadh telah menunjukkan kesediaan untuk menggunakan instrumen ekonomi guna mengatasi masalah anggaran.
Secara khusus kemungkinan, privatisasi Saudi Aramco, perusahaan minyak milik negara dari Kerajaan Arab Saudi akan dilakukan melalui IPO yang baru-baru ini diumumkan sebagai sarana untuk menarik investasi tambahan guna mengimbangkan ekonomi negara Namun, bahkan jika harga emas hitam dunia turun menjadi US$ 10-15 per barel, proyek Saudi akan tetap menguntungkan mengingat biaya produksi minyak bervariasi hanya dari US$1 sampai US$5 per barel.
Selanjutnya, Arab Saudi juga prihatin dengan loyalitas negara-negara Barat terhadap program nuklir Iran dan menganggap ambisi nuklir Teheran menjadi ancaman langsung pada semua negara-negara kawasan Teluk. Riyadh meragukan kemampuan masyarakat internasional untuk mengambil kontrol 100 persen terhadap pusat nuklir Iran. Sehingga isu utama yang akan muncul adalah perlunya jaminan keamanan nuklir di wilayah tersebut.