Pensiunan Komandan Wing Angkatan Udara Australia Chris Mills seperti diberitakan beberapa waktu lalu menyebutkan F-35 Joint Strike Fighter yang dibeli Canberra dari Amerika Serikat tidak akan memberi pengaruh siginifkan dalam upaya Australa membangun dominasi udara di Asia Tenggara.
Dalam saran yang disampaikan ke parlemen, Australia harus mempu mengubah kebijakan Amerika yang melarang ekspor pesawat tempur siluman superioritas udara F-22 dan menyeret pesawat itu kembali ke garis produksi setelah Amerika memutuskan menutup fasilitas produksi di Georgia pada 2012.
Ini bukan kali pertama desakan agar Pentagon membuka lagi garis produksi Raptor. Apalagi semua peralatan dan bahan masih disimpan. Tetapi pada pertengahan Januari Sekretaris Angkatan Udara AS Deborah Lee James menyebut membawa Raptor kembali ke produksi akan sangat mahal dengan perkiraan membutuhkan US$17 miliar untuk membangun 75 pesawat baru.
Mills tidak memperdulikan apa yang dikatakan Deborah. “Pertempuran udara adalah kemampuan yang paling penting untuk pertahanan Australia, karena kontrol dari udara atas wilayah dan maritim adalah penting untuk semua jenis lain dari operasi di pertahanan Australia,” tulis Mills dalam kesaksian.
Dia mengatakan 100 F-35 yang rencananya akan dibeli Australia tidak relevan dalam pertempuran udara. Australia telah kehilangan superioritas udara regional di masa lalu, dan bisa kehilangan lagi ketika China dan negara-negara Asia Tenggara lainnya memperoleh jet baru.
Mills menulis tentang pengalamannya sendiri ketika menjadi pilot tempur pada tahun 1975.
“Aku terbang misi pertempuran udara dengan [jet tempur] Mirage di dekat Butterworth, Malaya,” kenang Mills. “Skuadron 12 RMAF [Royal Malaysia Air Force] dengan Tiger F-5E, dan mengundang 3 Skuadron RAAF [Royal Australia Air Force] untuk melakukan pertempuran udara empat lawan empat. Pemimpin kami adalah perwira operasi skuadron dan aku wingmannya. Ketika kita bertemu dengan cepat menjadi jelas bahwa kami ada di bawah mereka. [pilot] F-5E bisa out-turn Mirage [dan] mereka memiliki meiliki rudal udara ke udara yang jauh lebih modern dan gunsight lebih baik. Kita bisa out-climb and out-run. Kemampuan yang berguna untuk melarikan diri, tetapi tidak untuk membunuh musuh. F-5E memiliki penampang sangat kecil, dan sulit untuk terdeteksi di radar atau secara visual. ”
Next: Situasi Sekarang Mirip, F-22C Jadi Solusi
Dalam pandangan Mills, Australia sekarang menghadapi situasi yang sama dengan ketika dikalahkan Malaysia. Jet tempur Su-30, Su-35 dan jet tempur lainnya milik China dan yang dibeli Malaysia, Indonesia dapat terbang lebih jauh dan lebih cepat dan mengangkut lebih banyak senjata dibandingkan F / A-18 Australia dan F-35 yang akan dibeli Australia.
Sehingga menurutnya F-22C menjadi solusi dari masalah ini. Apa itu F-22C? sebenarnya hanya sebuta Mills untuk versi terbaru dari Raptor jika nanti diproduksi.
Mills mengusulkan Amerika Serikat, Australia dan sekutu mereka untuk bersama-sama membangun 420 F-22Cs kemudian dengan cepat mengembangkan versi dua kursi yang dia sebut dengan F-22E.
“Dengan tingkat produksi 100 per tahun, membangun armada dominasi dunia hanya akan membutuhkan 4,2 tahun untuk F-22 [C] dan enam tahun untuk F-22E.”
Bahkan Mills sudah membuat peta pembagian pesawat itu. Apakah harapan ini akan menjadi kenyataan? Tergantung pada kemurahan Gedung Putih pastinya.
Baca juga: