Sekretaris angkatan udara telah membuat pernyataan resmi terbaru yang memadamkan harapan untuk restart produksi jet tempur siluman Lockheed Martin F-22 Raptor yang ditutup pada 2011 ketika 187 pesawat telah berhasil dibuat.
Perkakas dan peralatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan pesawat tempur superioritas, yang dilarang untuk ekspor karena kecanggihannya, tetap dalam penyimpanan bersama dengan video petunjuk untuk berbagai proses perakitan.
Peralatan ini akan membantu dalam pembuatan suku cadang untuk pesawat dan mesin Pratt & Whitney F119. Beberapa pendukung Raptor selama ini ingin melihat lini perakitan di Marietta, Georgia dan Fort Worth, Texas dilahirkan kembali.
“Jika Anda bertanya [kepada kepala staf angkatan udara Jenderal Mark Welsh] atau salah satu petugas berseragam di angkatan udara, mereka mungkin akan mengatakan ke Anda bahwa mereka akan senang untuk memiliki lebih banyak F-22,” kata Sekretaris layanan Deborah Lee James ketika ditanya tentang prospek melanjutkan seri produksi F-22 di sebuah acara CSIS di Washington DC baru-baru ini.
Rencana awal memang akan dibangun lebih banyak F-22 Raptor. Tetapi tingginya peningkatan biaya telah memaksa program itu dibunuh sebelum mencapai titik yang direncanakan.
Dioptimalkan untuk pertempuran udara ke udra di era Perang Dingin untuk melawan Soviet, kebutuhan asli untuk Raptor mencapai 750 pesawat. Angka itu kemudian turun menjadi 339, dan kemudian hanya 187 ditambah delapan pesawat uji.
Beberapa pensiunan pejabat USAF telah mengatakan mengakhiri produksi F-22 adlaah “kesalahan terbesar yang pernah dilakukan,” terutama setelah melihat aksi tempur pesawat ini di Suriah, dan Rusia serta China juga menyelesaikan pengembangan jet tempur generasi kelima. Mantan calon presiden Mitt Romney bahkan berjanji untuk me-restart produksi F-22 selama kampanyenya 2012.
Sebagaimana dilaporkan flightglobal, Kamis 21 Januari 2016, Kepala Komando Tempur Udara Jenderal Herbert “Hawk ” Carlisle mengatakan pada September lalu bahwa ia bermimpi suatu hari perakitan F-22 dihidupkan, tetapi mengakui itu adalah proposisi mahal. Pada tahun 2010, sebuah studi RAND yang ditugaskan oleh angkatan udara memperkirakan biaya US$17 miliar untuk bisa membangun 75 pesawat lagi.
“Sangat prospek pembukaan kembali [garis produksi F-22] tetapi tetap lebih baik untuk tidak dimulai lagi,” kata James. “Kami punya apa yang kita punya. Kami punya F-35 yang mendekati kemampuan operasional awal. Ini tidak sama, tetapi mereka akan melengkapi satu sama lain dan kami harus maju sesuai rencana. ”
Baca juga: