Kampanye udara Inggris di Suriah telah dicap sebagai “non-event” atau tanpa gerakan setelah diketahui Angkatan Udara ternyata hanya melakukan satu serangan pada posisi ISIS dalam empat minggu terakhir.
Sejak parlemen menyetujui perang di atas Suriah pada tanggal 1 Desember atau lebih dari sebulan yang lalu, Tornado dan Typhoon Royal Air Force hanya melakukan tiga kali serangan. Dan semua dilakukan pada hari pertama.
Setelah itu terungkap sejak 6 Desember hingga 4 Januari 2016 atau 28 hari tidak ada pesawat berawak Inggris yang melakukan serangan. Satu-satunya serangan dilakukan pada Hari Natal oleh pesawat tak berawak Reaper yang menjadikan total misi serangan Inggris sejak awal Desember hanya empat kali.
“Kampanye udara Inggris di Suriah sejauh ini bisa disebut sebagai non-event yang jika memiliki dampak itu sangat sedikit,” kata Jon Lake, seorang ahli penerbangan militer sebagaimana dikutip Telegraph Minggu 4 Januari 2016.
Angka yang dikeluarkan oleh Komando Sentral AS menunjukkan bahwa selama misi mereka Tornado dan Typhoon Inggris kemungkinan telah jatuh sedikitnya 19 bom.
Pengungkapan ini bertentangan dengan pernyataan Menteri Pertahanan, Michael Fallon yang mengatakan operasi Inggris di Suriah dalam tempo tinggi dan fokus memukul infrastruktur. Dia mengatakan bahwa apa yang disebut “gelombang” RAF akan membawa Inggris dari “pinggiran” ke “pusat” kampanye udara.
Fallon juga mengklaim bahwa misi berawak pada minggu pertama bulan Desember telah berhasil dan telah memberi “pukulan yang sangat nyata” terhadap ISIS.
Tetapi serangan RAF ternyata menghantam ladang minyak Omar yang sebenarnya sudah dihajar dan rusak berat dalam serangan yang dilakukan Amerika pada 21 Oktober atau enam minggu sebelumnya. Dan hal itu diungkapkan Juru bicara militer AS, Mayor Michael Filanowski, pada konfrensi pers pada hari berikutnya.
Pada konferensi pers bersama dengan Menteri Pertahanan AS, Ash Carter, di Washington pada tanggal 11 Desember, Fallon mengklaim bahwa RAF akan melakukan serangan presisi lebih terhadap infrastruktur utama, termasuk sumur minyak, depot amunisi, yang logistik, komando dan kontrol, rute pasokan antara Suriah dan Irak. Namun, hal ini tidak terjadi. Alasannya kedua negara beroperasi di bawah aturan yang ketat untuk menjaga jatuhnya korban sipil.
Pada tanggal 1 Desember, Inggris bergabung dengan kampanye udara di atas Suriah, juru bicara utama AS, Kolonel Steve Warren, mengatakan tidak ada pengeboman selama beberapa minggu karena tidak memiliki target apapun selama beberapa hari terakhir, atau tidak ada target yang cukup.
Antara 1 Desember dan 22 Desember, menurut angka dari Central Command (Centcom) AS yang menjalankan operasi, pesawat koalisi melakukan total 148 serangan udara di Suriah atau rata-rata hanya tujuh kali dalam sehari atau 49 dalam seminggu.
Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan serangan ke Libya pada 2011 Libya. Bahkan kurang dari setengah tingkat serangan dalam kampanye udara di atas Kosovo dan lebih kecil dari intensitas kampanye melawan ISIS sebelumnya di Irak.
Jenderal Mark Welsh, kepala staf Angkatan Udara AS, mengatakan: “Ini tidak akan pernah terlihat seperti kampanye udara Perang Teluk pertama karena situasi dan strategi yang berbeda. ”
Dari 148 serangan udara di Suriah antara 1 dan 22 Desember, Amerika Serikat melakukan 127 dan sisanya yakni 21 serangan dilakukan anggota koalisi lain. Untuk diketahui pesawat Prancis melakukan dua serangan dalam periode tersebut, yang berarti bahwa tidak lebih dari 19 serangan dilakukan oleh RAF. Yang disebut satu serangan adalah setidaknya satu bom dijatuhkan atau rudal ditembakkan.
Laporan Departemen Pertahanan Inggir menyebtuian tiga misi serangan RAF di Suriah menyerang setidaknya 17 target. Serangan drone tak berawak pada tanggal 25 Desember menembakkan satu rudal Hellfire di sebuah pos pemeriksaan ISIS di selatan Raqqa.
Kementerian Pertahanan mengatakan bahwa kontribusi RAF untuk pengintaian atas Suriah lebih signifikan, dengan beberapa laporan bahwa itu menyediakan hingga 60 persen dari seluruh kemampuan pengintaian taktis koalisi. Tetapi lembaga ini menolak untuk menyebutkan jumlah misi pengintaian yang diterbangkan.
Baca juga: