Pakar Timur Tengah Hussein Ibish menyebut pada 2015 pertempuran untuk merebut pengaruh di Timur Tengah telah dimenangkan Rusia. Sementara AS telah meninggalkan perannya sebagai penjamin tatanan politik Timur Tengah dan mungkin Washington tidak akan menarik lagi.
“Tahun lalu memberikan banyak kejelasan tentang beberapa keputusan yang paling penting yang dihadapi pemain utama di Timur Tengah,” tulis Hussein Ibish di National Interest dan dikutip Sputnik, Senin 4 Januari 2016. Hussein adalah Arab Gulf States Institute in Washington.
Dia mencatat bahwa hal itu mungkin akan dikenang sebagai tahun di mana AS, mungkin tidak dapat menarik kembali, ditinggalkan perannya sebagai penjamin tatanan politik Timur Tengah.
Dia menambahkan, bahwa Washington sangat enggan untuk menggunakan kekuatannya guna mencoba untuk membentuk realitas Timur Tengah. Sementara intervensi Rusia di Suriah adalah “demonstrasi dramatis bagaimana ini bermain “.
“Ini terlihat muncul tiba-tiba, tetapi sebenarnya Vladimir Putin telah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk mengambil ukuran tekad Amerika dengan menguji di Ukraina dan di tempat lain,” jelasnya.
“Dia juga hati-hati mengamati peran Iran yang berkembang di Suriah, Hizbullah dan milisi Syiah Irak. Dari semua ini, dia menyimpulkan dengan benar bahwa ia bisa campur tangan di Suriah tanpa tekanan balik serius dari Washington. ”
Kekuatan militer dan ekonomi Rusia yang sebenarnya dikerdilkan oleh yang dari AS. “Tapi Rusia memiliki kehendak untuk bertindak dan mencoba untuk membentuk hasil yang sesuai dengan tujuan sementara, setidaknya di Suriah dan AS tidak. Ini akan menjadi sangat sulit bagi pemerintah Amerika di masa depan untuk membalikkan, keadaan seperti sebelumnya terutama bahwa pada tahun 2015, AS telah kehilangan pengaruh regional, atau secara sukarela menyerahkan diri. ”
Ahli juga melihat kemungkinan mendirikan aliansi keamanan fungsional Arab dan Muslim untuk melawan ISIS. Tetapi harus mengakui bahwa hal itu sulit untuk terwujud.
Baca Juga:
