Jika koalisi baru yang dipimpin Arab Saudi kemudian terjun ke Suriah apakah mereka benar-benar akan bisa efektif bertempur dengan ISIS? Sementara koalisi ini sepertinya telah mati sebelum lahir dengan tidak lagi terdengar dengungnya setelah dideklarasikan pertengahan Desember 2015 lalu. Kemampuan tempur sebenarnya juga masih penuh tandat tanya mengingat operasi di Yaman yang belum juga menunjukkan tanda-tanda sukses.
Koalisi yang dipimpin Saudi harus diakui diisi beberapa negara termiskin di dunia. Beberapa di antaranya bahkan sepertinya tidak pernah setuju menjadi bagian dari koalisi tersebut. Sementara negara-negara kaya yang ada dalam koalisi ini juga memiliki kemampuan yang diragukan setelah mereka terperosok dalam rawa Yaman. Misi yang ternyata tidak singkat tetapi berlarut-larut.
“Meskipun Arab Saudi mencanangkan koalisi terhadap ISIS dan kelompok teror lainnya kenyataannya adalah bahwa ini adalah kumpulan dari negara-negara tidak mungkin untuk melemahkan ISIS karena anggotanya tidak mampu atau tertarik melakukannya,” kata analis Giorgio Cafiero dan Daniel Wagner dalam tulisannya baru-baru ini dan dikutip Sputnik Sabtu 1 Januari 2015.
Beberapa negara, termasuk Pakistan dan Malaysia mengatakan bahwa mereka tidak pernah diberitahu tentang koalisi yang dibentuk tersebut. Selain itu, tujuannya menjadi seorang koalisi “anti-teror” untuk sekelompok negara dengan definisi kelompok teroris yang berbeda-beda bisa menjadikan mengidentifikasi tujuan yang jelas dari koalisi ini menjadi sulit.
Arab Saudi memang memiliki pengalaman ketika melibatkan negara-negara miskin dalam pertempuran. Koalisi yang dipimpin Saudi di Yaman baru-baru merekrut pejuang Sudan untuk dibawa ke Yaman, di mana mereka ditempatkan di kota pelabuhan selatan Aden. Keterlibatan Sudan dalam koalisi ini telah terbatas, namun, dan salah satu jet mereka dilaporkan jatuh saat misi serangan ke Houthi.
Next: Pengalaman buruk
Pengalaman buruk
Bahkan jika negara-negara kaya yang ada di koalisi ini setuju untuk masuk ke tanah Yaman mak prospek untuk operasi darat tidak jelas. Kekuatan militer negara-negara Teluk, yang menghabiskan miliaran dolar AS pada persenjataan, juga tidak jelas. Sebuah jet tempur F-16 Bahrain jatuh di Arab Saudi dekat perbatasan Yaman pada Rabu 30 Desember 2015 meski karena masalah teknis bukan karena pertempuran.
Masalah lainnya adalah hilangnya banyak peralatan Arab Saudi buatan Amerika yang mahal. Sementara ISIS memiliki rudal balistik dan telah melatih operator untuk tank dan artileri. Banyak kerugian yang telah diderita Saudi ketika melawan Houthi di Yaman dan ini akan jauh lebih berat ketika berhadapan dengan ISIS.
Menurut Lost Armour, situs berbahasa Rusia yang mengutip relawan online di Yaman dan Ukraina menyebutkan Arab Saudi telah secara konsisten kehilangan dalam jumlah besar tank dan kendaraan lapis baja.
Meskipun sebagian besar peralatan yang hilang oleh Saudi adalah dari generasi sebelumnya, termasuk tank M60 Patton dan kendaraan lapis baja pengangkut personel M113, beberapa tank Abrams juga telah dihancurkan oleh Houthi. Terakhir pada bulan Agustus, ketika Saudi kehilangan dua tank Abrams pada hari yang sama. Tank itu benar-benar hancur.Pada bulan September, Houthi juga menyita tank Abrams lain.
Menurut katalog yang disusun Hilang Armour, pasukan Saudi dan Emirat telah kehilangan setidaknya 136 unit peralatan militer sejak koalisi yang dipimpin Arab mulai beroperasi Maret 2015.
Dengan kegagalan tersebut dalam wajar jika memang ada keraguan apakah koalisi baru yang dibentuk Arab Saudi akan benar-benar turun ke Suriah untuk melawan ISIS. Atau jika benar-benar turun apakah mereka akan mampu? Hanya waktu yang akan membuktikan. Karena perang kerap tidak bisa diprediksi dengan angka-angka.
Baca Juga: