Kebangkitan Industri Senjata Rusia (I): Keterpurukan Panjang

Kebangkitan Industri Senjata Rusia (I): Keterpurukan Panjang

Industri pertahanan Rusia adalah segmen penting dari perekonomian negara, mempekerjakan sedikitnya 2,5 juta pekerja, dan mencakup 20 persen dari semua pekerjaan manufaktur.

Industri senjata telah hancur setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1990-an dan tahun-tahun berikutnya karena penurunan tajam dalam belanja militer dalam negeri. Menurut data yang dikeluarkan oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), belanja pertahanan turun dari dari US$ 371 miliar pada tahun 1988 menjadi US$ 21 miliar pada tahun 1998 (dengan nilai dolar tahun 2011). Runtuhnya belanja dalam negeri menjadikan industri senjata Rusia harus mencari pelanggan di luar negeri atau mengalami kepunahan.

Pada tahun 2000-an, industri senjata Rusia dilaporkan mengandalkan ekspor senjata hingga 80 persen untuk pendapatan mereka, dan mengamankan pembeli di luar negeri benar-benar penting untuk kelangsungan hidup industri pertahanan Rusia.

Pada 2000-anggaran pertahanan Rusia mulai bangkit kembali, memacu revitalisasi industri senjata. Antara 2004 dan 2014, pengeluaran militer tumbuh dari US$ 41 miliar menjadi US$91,7 miliar (dengan nilai dolar tahun 2011), menurut data SIPRI sekitar 40 persen belanja pertahanan digunakan untuk pengadaan hingga mengarah ke kebangkitan pemesanan senjata domestik. Akibatnya, saat ini 75-80 persen output industri pertahanan adalah untuk militer Rusia, dan sekitar 20-25 persen diekspor.

Meski ekspor senjata tidak lagi menjadi andalan utama tetapi industri pertahanan Rusia  masih terus mempertahankan dan bahkan memperluas pasar mereka. Setelah runtuhnya Uni Soviet, transfer senjata Rusia ke global jatuh ke sekitar 12 persen (menurut SIPRI). Dan mulai sekitar tahun 2000, ekspor pertahanan Rusia mulai pulih, dan pada tahun 2014 mereka telah menguasai 27 persen pasar senjata global, kedua setelah Amerika Serikat.

Table1

Menurut sumber Rusia, pada tahun 2014 perusahaan pertahanan Rusia mengekspor senjata dengan nilai lebih dari US$ 15 miliar ke lebih dari 60 negara, dan menandatangani hampir kontrak baru dengan nilai lebih dari US$14 miliar.

Perlu dicatat bahwa depresiasi mata uang rubel Rusia telah benar-benar membantu penjualan senjata ke luar negeri, karena ekspor senjata Rusia dibayar dalam mata uang asing (yang kemudian diubah kembali menjadi rubel, mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi).

Dalam hal ini, pasar Asia Pasifik telah menjadi sangat penting bagi penjualan senjata ke luar negeri Rusia. Asia Pasifik masih pasar tunggal Rusia yang paling penting, meskipun beberapa pembeli telah melakukan diversifikasi senjata mereka. Antara 2005 dan 2014, hampir dua pertiga dari semua ekspor senjata Rusia dengan nilai sekitar US$42,3 miliar masuk ke wilayah ini. Secara khusus, wilayah ini ditempati dua pembeli terbesar senjata Rusia yakni India dan China dengan masing-masing menyumbang 32 persen dan 21 persen. Vietnam juga menjadi pelanggan tradisional dengan membeli senjata senilai US $ 3,7 miliar dari persenjataan Rusia selama dekade terakhir. Selama dekade terakhir Moskow juga telah mampu memperluas basis pelanggan di Asia Pasifik, terutama di Asia Tenggara. Dalam beberapa tahun terakhir Moskow telah menemukan pembeli baru di Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Thailand.

Selain penjualan senjata dalam bentuk jadi, Rusia juga menawarkan transfer teknologi, penelitian dan pengembangan bersama, serta produksi bersama alat pertahanan, terutama dengan India dan China. Rusia, misalnya, menawarkan untuk coproduce mesin jet dengan India, membangun pesawat tempur dan perjanjian produksi rudal bersama.  (Bersambung)