Bagi Boeing 2015 menjadi tahun perjuangan untuk mereka bisa memeprtahankan sayap tempur mereka baik F-15 maupun F/A-18. Mereka cukup berdebar-debar karena jika tahun ini gagal mendapatkan pasar, maka garis produski pesawat tempur ini akan tamat pada 2016.
Pada bulan Februari opini segar mulai muncul ketika Kepala Operasi Angkatan Laut Laksamana. Jon Greenert mulai menunjukkan keputuasaan mereka menunggu kehadiran Lockheed Martin F-35C dan mulai memunculkan rencana untuk membeli sejumlah Boeing F / A- 18 untuk ditempatkan di kapal induk mereka. Sebagian pesawat tempur generasi Hornet sudah sangat tua dan mengupgradenya akan jauh lebih mahal.
Puncaknya pada awal Desember ini Angkatan Udara memunculkan rencana yang cukup kontroversial dengan mempertimbangkan untuk membeli sebanyak enam lusin lebih pesawat F-15, F-16, dan bahkan F / A-dan memotong atau menunda pembelian F-35.
Boeing pun akhirnya mendapatkan napas lega. Boeing telah diterjang oleh serangkaian kekalahan profil tinggi di kompetisi dalam upaya menjual jet tempur internasional. Tapi sekarang itu mulai terlihat Boeing mungkin akan menemukan pembelian yang cukup dari dalam negeri untuk menjaga garis produksi terus berlangsung selama satu dekade atau lebih.
Selama 15 tahun Dassault telah berusaha untuk meyakinkan siapa pun, untuk membeli jet tempur Rafale yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2001. Sampai tahun ini, Dassault hanya mampu meyakinkan pemerintah Prancis untuk dijadikan sokongan mereka. Hingga kemudian tiba-tiba, sebuah keajaiban terjadi tahun ini.
Dalam proses cepat, Mesir kemudian India masuk dalam daftar pembeli. Qatar juga, setuju untuk membeli 24 jet tempur tersebut. Menurut laporan Defense-Update.com, Rafale bisa menjual 84 pesawat sepanjang tahun ini. Meskipun jumlah ini masih lebih rendah dari rencana pembelian India yang semula hendak mengakuisi 126 Rafale tetapi kemudian hanya jadi 36.

Penjualan Qatar jelas kabar baik bagi Rafale. Memang, Qatar secara historis membeli pesawat tempur dari Perancis, sehingga keputusan negara untuk meneruskan tradisi itu ke Dassault bukan kejutan besar. Tapi dalam hal jumlah cukup mengesankan. 24 Rafale akan menjadi lebih dari dua kali lipat dari sembilan Mirage 2000 dan enam pesawat tempur Alpha Jet yang dimiliki negara tersebut.
Sebaliknya, konfirmasi bahwa kontrak ini telah diberikan ke Dassault adalah berita buruk bagi Boeing, yang telah mengajukan tawaran F-15 dan telah head-to-head dengan Dassault di kompetisi lain.
Ke depan, Boeing harus terus menawarkan F-15 dan F / A-18 dalam kompetisi melawan jet tempur lebih mumpuni yakni F-35 serta juga menghadapi pesawat yang lebih murah yakni Saab, serta Dassault. Pembeli yang kaya akan memilih generasi kelima F-35 dibandingkan Boeing kecuali harga Boeing mereka memang sangat murah. Sementara persaingan dengan Saab dan Rafale jgua menarik harga jauh lebih rendah lagi.
Hasilnya, apapun cara yang ditempuh Boeing harus rela memeras keuntungan ke level terendah jika ingin bisa bersaing.