Masih jet lag dari perjalanan panjang di luar negeri, Menteri Pertahanan Chuck Hagel baru saja duduk dengan istrinya untuk makan malam di restoran Italia kelas atas di Virginia utara, ketika telepon tiba-tiba berdering. Itu nomor Gedung Putih. Presiden Barack Obama ingin berbicara dengannya.
Hari itu tanggal 30 Agustus 2013, dan militer AS siap untuk perang. Obama telah memperingatkan Bashar al-Assad akan menghadapi konsekuensi jika menyeberangi “garis merah” dengan menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri. Assad tetap melakukannya, dan Hagel telah menyetujui rencana akhir untuk rentetan serangan rudal jelajah Tomahawk terhadap Damaskus. Kapal perusak Amerika yang ada di Mediterania, menunggu perintah untuk menembak.
Sebaliknya, Obama mengatakan kepada Hagel untuk mundur. Serangan senjata kimia 21 Agustus Assad di pinggiran kota Damaskus telah membunuh ratusan warga sipil, tapi presiden mengatakan Amerika Serikat tidak akan mengambil tindakan militer terhadap pemerintah Suriah. Presiden telah memutuskan untuk mengabaikan garis sendiri merah yang dia buat sendiri. Hagel percaya hal itu telah menjadi pukulan parah pada kredibilitas baik terhadap Obama maupun Amerika Serikat.
“Apakah itu adalah keputusan yang tepat atau tidak, sejarah akan menentukan itu,” kata Hagel dalam wawancara eksklusif selama dua jam dengan Foreign Policy pada 10 Desember 2015. Ini adalah komentar pertamanya di depan publik sejak dia dipaksa keluar dari posisinya pada Februari 2015 lalu.
“Tidak ada keraguan dalam pikiran saya bahwa itu telah merusak kredibilitas presiden ketika itu terjadi.”
Pada hari-hari dan bulan sesudahnya, rekan-rekan Hagel di seluruh dunia mengatakan kepadanya kepercayaan mereka kepada Washington telah terguncang secara tiba-tiba. Dan mantan menteri pertahanan mengatakan ia masih mendengar keluhan sampai hari ini dari para pemimpin asing.
“Kata-kata presiden adalah hal yang besar, dan ketika presiden mengatakan hal, itu adalah masalah besar,” katanya.
Ketiak mengingat kembali pada masa jabatannya, Hagel mengatakan bahwa ia tetap bingung mengapa beberapa pejabat pemerintah berusaha “menghancurkan” dia secara pribadi di hari-hari terakhirnya di kantor, menghukum dia dengan komentar anonim di koran bahkan setelah ia menyerahkan pengunduran dirinya.
Meskipun ia tidak menyebutkan siapa yang mengunakan anonim di media itu, pernyataan Hagel jelas ditujukan penasihat nasional keamanan Obama, Susan Rice, dan beberapa stafnya. Mantan ajudan Hagel, serta mantan pejabat Gedung Putih, mengatakan menteri pertahanan sering beda pendapat dengan Rice soal kebijakan Suriah dan penjara militer AS di Guantanamo.
Mantan Bos Pentagon kemudian melihat bagaimana kemudian Suriah saat ini dikuasai oleh ISIS menggambarkan administrasi yang tidak memiliki strategi jelas tentang Suriah, bahkan dalam waktu dekat meskipun pembantaian dan gelombang pengungsi terus terjadi.
Gedung Putih menolak memberikan komentar tentang pernyataan Hegel ini. Namun seorang pejabat senior pemerintah, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan presiden tidak siap untuk maju dengan operasi militer pada tahun 2013 tanpa konsultasi dengan Kongres dan harus mendukung keputusannya. Dan hasil akhir dari keputusan Obama membuka jalan bagi kesepakatan diplomatik yang ditengahi oleh Rusia yang melihat rezim Assad memiliki stok senjata kimia. “Hasil akhir dari semua ini adalah Suriah yang bebas dari program senjata kimia,” kata pejabat itu
Pejabat senior juga menegaskan presiden memiliki strategi yang jelas untuk mengalahkan ISIS, mengandalkan kekuatan udara pimpinan AS dan pelatihan pasukan lokal sambil mendorong upaya diplomatik untuk mengakhiri perang sipil di Suriah dan bernegosiasi di luar Assad.
Ditunjuk untuk menggeser Pentagon pada berpijak pada situasi masa damai dan mengawasi pemotongan anggaran yang sangat sulit, Hagel akhirnya harus bersaing dengan serangan Rusia ke Ukraina dan perang baru di Timur Tengah setelah ia masuk kantor di Februari 2013.
Dan di dalam Departemen Pertahanan, ia menghadapi serangkaian krisis seperti pemotongan anggaran dan shutdown pemerintah yang melemparkan anggaran Pentagon ke dalam kekacauan. Selain itu juga penembakan membabi-buta di fasilitas Washington Navy Yard yang menewaskan 12 orang tewas, serentetan kasus kekerasan seksual di militer, dan skandal kecurangan oleh kru rudal nuklir dan sebagainya
Sebagai menteri pertahanan, Hagel menerapkan kebijakan dengan patuh pada pemerintahan tanpa salah langkah. Tapi mulai bermunculan komentar publik yang menyerangnya karena dianggap salah di situasi yang penuh gejolak.
Kalaupun Hegel tidak disebut memiliki kesalahan besar, dia juga dikatakan tidak memiliki prestasi besasr. Salah satunya dalam kasus Mesir di mana dia gagal menahan Abdel Fattah al-Sisi atas pembantaian Ikhwanul Muslimin. Padahal pembantu Hagel berkali-kali mengatakan kepala pertahanan AS itu berbicara kepada Presiden Mesir tersebut dan menyebut Hagel sebagai saluran utama pemerintah untuk Kairo. Fakta di lapangan Sisi terus melanjutkan aksinya yang berarti mengabaikan permintaan Hagel.
Bahkan sebelum ia mulai pekerjaan, Hagel telah lumpuh oleh memar berbagai kritikan di Senat. Bahkan mantan rekannya sendiri dari partai Republik mengecam dia tidak layak untuk di kantor Pertahanan. Dia dilukiskan sebagai sosok yang memusuhi Israel dan lemah terhadap Iran.