US Air Force Global Strike Command (AFGSC) baru-baru ini melakukan simulasi perang nuklir skala besar di Maxwell Air Force Base, di negara bagian Alabama. Latihan ini untuk menilai kemampuan mereka dalam menghadapi ancaman di masa depan.
Latihan ini mengeksplorsi kemampuan AFGSC untuk beroperasi di seluruh spektrum penuh dari perang nuklir, dari misi perang konvensional ke misi senjata nuklir.
“Kami ingin melihat keseluruhan kemampuan kami,” kata Brigjen Ferdinand Stoss, Direktur AFGSC dalam wawanara dengan Defense News 9 Desember 2015. “Kami ingin melihat seberapa anggaran yang kita butuhkan.”
Rencana modernisasi nuklir Angkatan Udara termasuk membangun bomber generasi berikutnya dan upgrade armada B-1, B-52 dan B-2 serta mengganti rudal balistik antarbenua Minuteman III dengan strategis sistem rudal berbasis darat.
Dalam simulasi ini, hipotesis perang terjadi pada tahun 2030. Pada saat itu B-52 telah ditingkatkan dengan jaringan komunikasi link 16, upgrade radar, senjata serang yagn lebih baik serta mesin yang memiliki rentang 25% lebih besar.
Sementara untuk pembom B-1 telah menyelesaikan penuh Upgrade Integrated Battle Station (IBS), termasuk jaringan data-link komunikasi dan perbaikan peralatan lainnya, serta upgrade mesin.
Angkatan Udara pada tahun itu juga telah memodernisasi semua pembom siluman B-2 dengan sistem manajemen pertahanan baru, termasuk prosesor grafis baru dan antena baru.
Selama latihan, AFGSC menemukan B-52 upgrade dapat dengan mudah diterbangkan hingga 2050 dan seterusnya. Stoss mengatakan beberapa pesawat memang sangat tua dengan umur 100 tahun. Tapi meskipun B-52 Stratofortress masa depan dapat meluncurkan rudal dari jarak jauh, kemampuan pesawat untuk beroperasi secara efektif ada pada lingkungan yang terbatas.