
Pemerintahan Obama terus mencari pilihan di Suriah dan Irak untuk melakukan misi serangan terhadap ISIS. Selama satu tahun lebih kampanye udara yang dilakukan koalisi pimpinan Amerika, terbukti tidak efektif memukul bahkan membendung gerak maju kelompok tersebut.
Harus diakui Amerika dan koalisi menghadapi sejumlah kendala geografis di lapangan. Pesawat-pesawat tempur cepat dan bomber yang dikerahkan sangat terbatasi oleh sejumlah masalah. Penggunaan pesawat model ini akan sangat membuka risiko korban sipil. Hal yang oleh Amerika disebut-sebut anti dilakukan meski beberapa kali mereka melakukan serangan salah sasaran.
Ada pilihan yang muncul untuk kembali mengandalkan kemampuan pesawat serang ringan yang terakhir digunakan oleh Amerika ketika Vietnam. Dan jika Amerika Serikat berencana untuk meningkatkan kehadiran pasukan darat di Irak maka mau tidak mau harus ada kekuatan udara yang juga ditempatkan di daerah ini.
Next: Kendala Pangkalan
Kendala Pangkalan
Untuk menempatkan pesawat di Irak Amerika Serikat memiliki masalah yakni tidak adanya pangkalan Irak yang saat ini bisa digunakan oleh jet tempur cepat. Pangkalan yang mereka gunakan ketika Operasi Pembebasan Irak umumnya terletak terlalud ekat dengan wilayah yang dikuasai ISIS sehingga memunculkan risiko.
Akibatnya, jet tempur yang beroperasi di Mosul Irak utara harus berangkat dari Kuwait, Kapal Induk di Teluk Persia atau lapangan udara di negara-negara Teluk dengan satu arah perjalanan meliputi 500 sampai 1.000 mil laut, tergantung posisi pangkalan.
Turki memang telah membuka Incirlik Air Base untuk operasi tempur pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade. Kedekatan Incirlik adalah bonus. Tetapi penggunaan pangkalan ini juga masih dibatasi dengan sejumlah aturan Turki. Pihak otoritas Turki bahkan sering melarang terbang pesawat koalisi karena ada misi khusus yang juga tengah dilakukan Angkatan Udara mereka. Misi khusus ini bisa berupa serangan udara terhadap sasaran Kurdi di Turki, Irak bahkan di Iran.
Akibatnya pangkalan jauh masih tetap digunakan sebagai titik penting. Jarak pangkalan yang jauh dari target menjadikan beban pesawat menjadi berat karena membutuhkan bahan bakar tambahan selain juga mempengaruhi kondisi pesawat yang rata-rata sudah memiliki usia lebih dari seperempat abad. Dan yang pasti akan jauh lebih mahal karena juga harus mengerahkan tanker bahan bakar untuk pengisian bahan bakar di udara.
Angkatan Udara memang bisa menggunakan kemampuan jangkauan global dengan mengerahkan bomber mereka. Tetapi lagi-lagi ini strategi yang sangat mahal dan tentu saja jauh.
Masalah jarak setara dengan waktu respons. Maksudnya, ketika Amerika benar-benar akan mengerahkan pasukand arat untuk melawan ISIS, maka nasib mereka akan sangat ditentukan oleh dukungan pesawat yang datang dari jarak jauh dan tentu butuh waktu lama. Hal yang tidak boleh terjadi ketika tiba-tiba mereka dalam situasi kritis.
Next: Pilihan Pesawat Serang Ringan
Pesawat Serang Ringan
Sebenarnya situasinya tidak harus rumit seperti ini jika Amerika bisa menempatkan pesawat di Irak. Di Vietnam, Angkatan Udara bergantung pada pesawat warisan Perang Korea A-1E Skyraider untuk dukungan udara dekat dan pendamping untuk pesawat penyelamat. Pentagon mentransfer pesawat ini ke Angkatan Udara Vietnam Selatan pada tahun 1973, dan Angkatan Udara AS berganti ke A-7 Corsair II dan A-37B Dragonfly.
Tetapi pada 1991, Dragonfly telah pensiun dan Amerika Serikat telah tidak lagi membangun pesawat serang ringan baru.
Pesawat serang ringan turboprop seperti AT-6 Coyote atau A-29 Super Tucano memerlukan struktur pangkalan dan dukungan logistik jauh lebih sedikit daripada jet cepat. Bersenjata lengkap, mereka membawa bombload sama sebagai F-16 dengan tiga tangki bahan bakar eksternal dengan mendapatkan sekitar dua kali daya tahan unrefeueled.
Mereka dapat beroperasi dari pangkalan kasar dan perbandingan bahan bakar yang jauh lebih irit. Mesin mereka sangat handal dan tahan terhadap benda asing yang berpotensi merusak mesin. Dan yang lebih penting mereka menggunakan senjata dan taktik yang sama seperti pesawat tempur / pesawat serang moderen seperti meriam udara, roket dan bom presisi. Hari ini, setiap pilot Angkatan Udara dan Angkatan Laut menerima pelatihan penerbangan di T-6 Texan II yang menjadikan mereka sebenarnya akrab pesawat turboprop di kelas ini.
Next: Kemampuan AT-6 dan A-29
AT-6 dan A-29
AT-6 dan A-29 adalah pesawat yang siap beli. AT-6C adalah pemain tangguh yang memiliki kesamaan dengan A-10C Thunderbolt II dan T-6 Texan II serta memiliki komunikasi dan array data yang sangat kuat. Sementara A-29 adalah jagoan dengan kemampuan tinggi, badan pesawat lebih berat dan mampu membawa senjata lebih banyak. Kedua pesawat ini masing-masing menggunakan mesin PT-6A-68 turboprop dengan 1.600 tenaga kuda, membuat mereka merupakan pesawat mesin tunggal turboprop terkuat di dunia.
Kedua pesawat pesaswat ini sebanding dalam rasio power-to-weight dan beban sayap dengan ikon Perang Dunia II P-47D Thunderbolt.
A-29A super Tucano sudah produksi di Jacksonville untuk program Afghan Light Air Support. Fighter Squadron 81 di Moody AFB telah mengoperasikan pesawat ini untuk melatih pilot Afghanistan. The Navy Development Group juga menggunakan pesawat ini untuk Tahap I dari Imminent Fury initiative.
A-29 adalah pesawat serang ringan turboprop yang paling banyak digunakan di di dunia, dengan pengguna paling berpengalaman adalah Brazil dan Kolombia. Hampir 200 pesawat telah diproduksi dengan 200 pesawat lain ada dalam pesanan.
Kru Kolombia memiliki pengalaman tempur yang luas, termasuk dengan amunisi presisi, karena konflik dengan FARC. Brasil telah menggunakan pesawat ini secara ekstensif untuk kontra narkotika, pengintaian dan operasi kontra-udara. Pesawat dalam pelayanan di seluruh dunia dari Amerika Selatan hingga Afrika dan Asia.
Pesawat ini dapat membawa roket, amunisi jatuh bebas, rudal udara ke udara (kelas AIM-9L), rudal darat (kelas AGM-65) dan bom dipandu laser termasuk Enhanced Paveway II. Tetapi memang tidak bisa membawa JDAM atau Small Diameter Bomb .
Sedangkan AT-6C Coyote adalah turunan dari T-6B Texan II dengan sayap hardpoint, mesin uprated, dan avionik dari A-10C, termasuk Central Interface Control Unit yang menyediakan sistem misi utama untuk AT-6C. AT-6C menggunakan A-10C Operational Flight Program dengan memanfaatkan semua manajemen A-10, datalink, peta dan helmet mounted cueing system interfaces.
Pesawat ini memiliki kesamaan dengan pesawat latih T-6 lebih dari 70 persen. Ada dua prototipe – salah satu produksi pesawat validasi dan satu pesawat produksi pada lini produksi. Pesawat telah menjalani evaluasi dua tahun di Test Center Air National Guard di Tucson, di mana pesawat ini diakui akan efektif dan untuk pesawat serang ringan dan pesawat pengintai bersenjata.
AT-6C membawa bahan bakar hampir setara dengan A-29 meskipun badan pesawat yang lebih kecil, dan telah bisa melakukan tes senjata dengan GBU-12/58 Paveway II, senjata, dipandu dan terarah roket 70-milimeter serta Mk-81/82 bom.
Next: Operasi di Irak
Operasi di Irak
Persyaratan logistik pesawat serang ringan yang rendah membuat mereka cocok untuk lapangan udara di Irak utara yang pendek atau kasar. Sesuai aturan umum setiap lapangan terbang mampu digunakan C-130 beroperasi pasti bisa digunakan oleh pesawat serang ringan. Lima lapangan udara di Kurdistan Irak masuk dalam kategori itu yakni Irbil, Sulimaniya, K1, Sirsenk dan Kirkuk. K1 adalah bekas lapangan udara Angkatan Darat Amerika Serikat, Kirkuk dulunya adalah instalasi Angkatan Udara, dan Irbil memiliki kehadiran AS dan berfungsi sebagai lapangan terbang darurat. Sirsenk adalah landasan yang pernah digunakan Operation Provide Comfort. Kondisinya tidak diketahui.
Dari jumlah tersebut, bandara Irbil menjadi yang terbaik karena selain memiliki kombinasi kondisi terbaik, pasokan bahan bakar dan keamanan – dan memiliki sejarah panjang dari operasi udara AS sejak 2003.
Posisi Irbil juga sangat dekat untuk digunakan pesawat ringan melakukan misinya secara cepat. Dari Irbil, pesawat ringan dapat mencakup semua wilayah Irak timur, sungai Tigris dan Kirkuk utara, Mosul dan Sinjar Mountain. Dari Kirkuk, cakupan membentang hampir dari Balad ke Mosul.
Lokasi ini juga memungkinkan dukungan udara akan datang lebih cepat baik untuk pasukan Irak atau pasukan Peshmerga. Sebagai misal dalam opeasi membebaskan Mosul dari ISIS, jet cepat yang melesat dari Incirlick Turki dengan kecepatan maksimal tetap akan 30 menit di belakang pesawat serang ringan yang berangkat dari Irbil.
Kebutuhan logistik terbesar adalah senjata, seperti amunisi presisi 500-pon yang mungkin digunakan. APKWS II dipandu laser putaran Hydra baru yang digunakan oleh Marinir di Afghanistan kompatibel dengan pesawat serang ringan, dan memberikan kemampuan untuk menghancurkan bunker atau target bergerak. Pilihan hulu ledak fleksibel akan memungkinkan mereka untuk membunuh kendaraan lapis baja ringan.
Penggabungan loadout roket dan senjata berarti mempersenjatai kembali pesawat ini akan lebih praktis. Selama latihan Jaded Guntur 10-1, Angkatan Laut mengusung konsep serang ringan dengan menggunakan bersenjata A-29. Pesawat ini berulang kali datang an pergi degnan cepat di Creech Air Force Base untuk melakukan misi.
Next: Tidak Punya Tapi Ada
Tidak Punya Tapi Ada
Sekarang mari kita bicara soal harga. Pesawat serang ringan jelas jauh lebih murah dibandingkan jet cepat. Sebagai gambaran, pada tahun 2004, Kolombia membeli 25 super Tucanos dengan harga US$235 juta, ditambah US$89 juta untuk pembelian sensor EO / IR. Pada tahun 2013, kontrak Light Air Support yang meliputi 20 pesawat, dinegosiasikan senilai US$421 juta. Satu pesawat yang dilengkapi dengan EO / IR sekitar $ 14 juta. Jumlah yang sangat murah jika dibandingkan dengan F-16.
Angkatan Udara saat ini tidak memiliki pesawat serang ringan yang operasional dan dapat beroperasi dari Irak utara. Tetapi sebenarnya ada pesawat yang tersedia serta aircrew yang juga siap karena keakraban mereka dengan AT-6 dan A-29. Jadi sepertinya hal ini harus dipertimbangkan oleh Pentagon. Sebuah strategi yang akan lebih efektif dan lebih murah.