Namun nyaris tidak mungkin pasukan Arab Sunni di daerah ini dapat mendorong mundur ISIS untuk kembali menyusuri sungai. Tentara Suriah dan sekutunya di sisi barat Sunni membatasi mereka karena keduanya juga merupakan musuh yang saling berhadapan.
Di pantai, tentara Al Assad mempertahankan posisi yang nyaman. Daerah ini merupakan benteng rezim dan Hizbullah mempertahankan kontrol dari sebagian besar wilayah sekitar perbatasan Lebanon, pemerintah menikmati penghalang gurun di satu sisi dan pantai di sisi lain. Jalur laut memudahkan untuk mempertahankan paokan untuk rezim dan dapat dengan mudah mendeteksi dan mengusir serangan.
Rusia telah memusatkan serangan di wilayah utara. Hal inilah yang memunculkan kritik dengan mengklaim Rusia menggunakan perang melawan teror sebagai alasan untuk menargetkan pemberontak yang didukung Barat dan menimbulkan ancaman bagi Al Assad. Serangan udara Moskow bertujuan untuk membersihkan wilayah pemberontak dan memungkinkan pasukan darat rezim bergerak ke Idlib dan Aleppo.
Strategi ini telah menemui perlawanan. Turki telah menembak jatuh satu pesawat Rusia, mengklaim pesawat itu melanggar wilayah udaranya.
Realitas geografis konflik di Suriah menjadikan pilihan untuk mengakhiri konflik menjadi sulit. Sebanyak 70.000 pemberontak Arab Sunni sebenarnya menjadi salah satu kekuatan paling ampuh untuk mengalahkan Islam. Lokasi mereka di perbatasan dengan Turki yang mendukungnya hingga persediaan pasokan dan pejuang dapat terus mengalir, tetapi dengan Al Assad di barat dan selatan dan ISIS di timur mereka terjebak.
Para pejuang juga terpecah-pecah hingga tidak mampu membuat keputusan militer secara terpadu. Keputusan apapun akan memunculkan risiko eksistensial. Serangan udara ke timur mungkin cukup untuk melepaskan tekanan dari ISIS, tapi harus ada jaminan perbatasan barat aman. Artinya rezim Al Assad tidak menggempur mereka.
Sumber: War is Boring