
Arab Spring sebuah revolusi di kawasan Teluk yang diyakini didukung Amerika dan Barat beberapa tahun terakhir justru telah meruntuhkan kepercayaan negara-negara monarki Teluk. Mereka telah kehilangan kepercayaan untuk mendapatkan jaminan keamanan seperti yang dijanjikan oleh Washington.
The Gulf Defense & Aerospace expo yang baru saja selesai di Kuwait menegaskan bagaimana negara kawasan Teluk justru berpaling ke Rusia dalam hal persenjataan dan sistem pertahanan.
“Uni Emirat Arab dan Kuwait telah membeli senjata Rusia sejak tahun 1992, menerima sejumlah besar kendaraan lapis baja BMP-3 dan peluncur roket ganda Smerch. Selain itu, Emirates juga memerintahkan sejumlah rudal permukaan ke udara Pantsir-S1 dan sistem artileri. Dengan pemikiran ini, bisa diasumsikan bahwa kepentingan mereka dalam mendapatkan senjata dari Rusia akan tetaap kuat di tahun-tahun mendatang, “kata Konstantin Makiyenko, Wakil Direktur The Strategy and Technology Analysis Center, sebagaimana dikutip Media El-Kuwait.
Karena kecewa terhadap jaminan keamanan yang ditawarkan AS, lanjut dia, monarki Teluk terus mencari pemasok alternatif senjata defensif.
“Mereka melihat Rusia, yang telah membuktikan dirinya sebagai mitra terpercaya, sebagai pemasok utama senjata tersebut,” kata Konstantin Makiyenko.
Arab Spring adalah istilah untuk kebangkitan dunia Arab atau pemberontakan yang dimulai di Tunisia pada musim semi Desember 2010. Arab Spring menjalar ke Libya, Aljazair, Mesir, Lebanon, Yordania, Mauritania, Sudan, Oman, Arab Saudi, Maroko, Yaman, Irak, Bahrain, Kuwait, Sahara Barat, dan Suriah dengan berbagai tingkat tekanan untuk menggulingkan pemerintah. Beberapa pemimpinnya digulingkan dengan cara kudeta berdarah, yang lain sedang berlangsung dan beberapa sudah berhenti. Amerika dan Barat selalu muncul sebagai sponsor terhadap pemberontakan dan kudeta tersebut.