Asia-Pasifik telah menjadi pasar yang penting bagi pesawat militer modern. Perusahaan dari berbagai negara seperti Prancis, Swedia, Rusia, dan China mencoba untuk menjual platform mereka ke berbagai negara di wilayah ini. Beberapa negara yang tengah membutuhkan pesawat adalah, Malaysia dan India.
Perusahaan-perusahaan AS memiliki sejarah dan posisi kuat di pasar ini. Selama Perang Dingin, banyak negara membeli perlatan Amerika. Washington pun tidak keberatan sebagai bagian dari strategi untuk mengucilkan Soviet. Hampir semua negara menggunakan pesawat Amerika kecuali Dassault Prancis yang menjadi pengecualian penting.
Tetapi sekarang kondisinya berbeda. Pertimbangan ekonomi menjadi hal yang penting untuk dijadikan dasar negara dalam melengkapi alutsista mereka. Sementara harus diakui pesawat produksi Amerika sangat mahal hingga menjadikan negara ini akhirnya mendapat pesaing ketat baik dalam penjualan jet tempur terutama di kategori generasi keempat.
Di kelas siluman, Amerika memang memiliki keunggulan dari program F-35 Joint Strike Fighter. Pesawat ini telah menarik pembeli baik yang telah mengkonfirmasi atau yang masih dalam tahapan potensi di Pasifik, seperti Australia, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Meskipun dua negara terakhir sedang mengembangkan sendiri pesawat buatan dalam negeri. Jepang mengembangkan Mitsubishi ATD-X Shinshin dan Korea Aerospace Industries dengan KF-X.
Tetapi dalam kelas generasi keempat, Amerika menghadapi persaingan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jet tempur Rusia seperti Sukhoi Su-35, pesawat Eropa Eurofighter Typhoon, Saab Gripen, dan Dassault Rafale, serta pesawat China-Pakistan JF-17 Thunder telah menjadikan pasar Asia Pasifik benar-benar rumit dan ketat.
Salah satu yang menjadi ujung tombak Amerika Serikat untuk pasar ini adalah Boeing F / A-18E Super Hornet. Dikerahkan sejak 1999, Super Hornet saat ini andalan Angkatan Laut AS dan Angkatan Udara Australia, dengan lebih dari 500 pesawat ada di kedua negara tersebut.
Boeing telah secara agresif berusaha untuk memasarkan Super Hornet untuk pembeli potensial lainnya. Hasilnya cukup beragam. Di India dan Brazil, Super Hornet gagal total karena India memilih Rafale sementara Brasil terpikat Saab Gripen. Di Indonesia jelas tidak mungkin. Selain tidak ada kabar Boeing intensif melakukan lobi, Jakarta juga sudah hampir pasti menjatuhkan pilihannya ke Su-35 Rusia.
Sementara Finlandia, Polandia, dan mungkin Kuwait, mempertimbangkan Super Hornet untuk program penggantian jet tempur mereka.