
China dan Pakistan tengah berusaha menjual jet tempur multirole JF-17 Thunder (FC-1 Xiaolong) yang mereka bangun bersama. Tetapi sepertinya pesawat murah ini memiliki pasar yang sempit yakni hanya di Asia Tengah.
Kanwa Defense Review sebuah majalah berbahasa China yang berbasis di Kanada sebagaimana dikutip Wantchina Times, Rabu 30 September 2015 menyebutkan pilihan ekspor untuk JF-17 pada dasarnya terbatas pada Asia Tengah. Sementara Asia Barat dan Timur Tengah secara tradisional pasar bagi produsen Eropa dan Amerika, dan tidak ada negara-negara di wilayah ini yang cenderung mengimpor JF-17 dalam waktu dekat, meskipun negara-negara Arab di Teluk Persia semua mengisyaratkan rencana untuk memperbarui armada tempur mereka.
Dari negara-negara bekas Soviet di Asia Tengah, Kazakhstan tidak mungkin untuk membeli JF-17 karena hubungan militer yang dekat dengan Rusia. Negara ini juga baru saja membeli armada pesawat tempur Su-30SM.
Sehingga dari kawasan ini pun hanya meninggalkan negara-negara seperti Tajikistan, Uzbekistan dan Kyrgyzstan yang tidak membeli pesawat sejak bubarnya Uni Soviet. Semua negara-negara ini juga anggota SCO, organisasi politik, ekonomi dan militer Eurasia yang juga mencakup China, Rusia dan Kazakhstan.
Cina dan Pakistan telah memperkuat kerjasama militer ekonomi dengan negara-negara Asia Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Lima tahun lalu, Pakistan meningkatkan kerjasama ekonomi dengan Tajikistan dan saat ini sedang mengembangkan jaringan pipa gas dari Turkmenistan ke Pakistan melalui Afghanistan. Sejak tahun 2007, Cina telah menyediakan produk militer, seragam, pinjaman dan rel kereta ke Turkmenistan, seorang peserta tamu dari SCO, meskipun tidak mungkin untuk membeli JF-17 karena anggaran militer negara itu pada 2014 hanya US $ 200 juta.
Namun, Kanwa meyakini China dan Pakistan masih bisa menjual JF-17 ke negara-negara Asia Tengah yang tidak mampu membeli jet secara tunai. Seperti China, Pakistan memiliki kebutuhan untuk gas alam dan sumber energi lainnya, dan bisa setuju untuk menukar JF-17 dengan imbalan hak pengelolaan sumber daya di negara-negara tersebut.