Untuk Perang Darat
Namun, senjata ini tak hanya menyerang target udara. Intensitas tembakan dari senjata ini tersohor di kalangan pasukan gerilya di seluruh dunia. Pada 1975, senjata ini digunakan di Angola, ketika segelintir pasukan Kuba menggunakannya untuk menghentikan pasukan tempur FLEC (Front Pembebasan dari Lingkar Cabinda) dan unit tentara Zaire. Setelah meletakkan ranjau di sisi jalan, mereka menembak dari posisi yang sudah disiapkan dan melenyapkan konvoi musuh tersebut secara menyeluruh.
Soviet menggunakan senjata yang sama saat melakukan serangan di Afganistan. Tak seperti senjata tank dan kendaraan lapis baja, laras Shilka dapat diperpanjang secara vertikal, diarahkan pada pasukan mujahedin di tinggi tebing. Terdapat ‘varian Afganistan’ khusus dari ZSU-23-4 yang tak memiliki perangkat radar sehingga dapat meningkatkan jumlah cadangan amunisi dan kapisitas tembakan hingga empat ribu amunisi per menit. Shilka juga terlibat dalam perang di Chechnya. Mantan Kepala Distrik Militer Kaukasus Utara, Letnan Jenderal Vladimir Potapov, mencatat efisiensi senjata ini dalam menyerang benteng dan lokasi penembakan musuh.
“Taktik untuk menggunakan Shilka saat menghadapi musuh yang kuat ialah mengemudikan kendaraan tersebut mundur dari belakang, memberi semburan api yang panjang, lalu segera angkat kaki,” tulis Potapov dalam laporan hasil pertempuran.
Sementara, kelemahan seperti terbatasnya jangkauan tembak efektif terhadap target udara, kurangnya kekuatan amunisi dan kelemahan radar dieliminiasi dalam modernisasi senjata selama separuh abad. Kini, Shilka masih digunakan di 39 negara.
Senjata ini juga digunakan pada 1980-an untuk mengembangkan sistem pertahanan udara Tunguska, pendahulu Pantsir-S1 yang kontemporer, yang dipersenjatai dengan misil permukaan-ke-udara dengan jarak pendek dan menengah serta sistem artileri antipesawat.