Destabilisasi Turki Bisa Bikin Rusia Sakit Kepala

Destabilisasi Turki Bisa Bikin Rusia Sakit Kepala

turki 7

Serangan ganda yang dilakukan angkatan bersenjata Turki pada militan ISIS dan formasi paramiliter Kurdi di Suriah pada akhir Juli berpotensi menghancurkan status regional negara Eurasia ini, sebagai satu-satunya negara Islam yang bergabung dengan NATO.

Sementara, debat mengenai apa yang harus dilakukan dan tak boleh dilakukan dalam perang teror global semakin memanas.

Langkah tersebut dapat membawa malapetaka bagi Turki sendiri, mengancam hubungan kerja sama Ankara-Rusia yang telah berjalan dengan baik selama satu dekade terakhir.

Pada level resmi, casus belli (frase bahasa Latin modern yang berarti aksi atau insiden yang memicu peperangan.) untuk menyerang ISIS adalah serangan bom bunuh diri yang membunuh 32 orang pada Juli lalu di kota Suruç, sebuah kota di Turki yang terletak pada perbatasan Suriah. Ledakan menewaskan pendukung Partai Buruh Kurdistan (PKK), yang disebut sebagai ‘organisasi teroris’ oleh Ankara karena mereka hendak mendirikan negara Kurdi. PKK terkait langsung dengan Unit Perlindungan Rakyat (YPG), kelompok pertahanan diri Kurdi yang memerangi militan ISIS di Suriah.

Operasi militer yang diperintahkan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menciptakan banyak kekhawatiran. Serangan polisi di seluruh Turki dilakukan dengan alasan memburu teroris, menjaring lebih dari 1.300 orang tersangka, namun enam dari tujuh orang yang ditahan tak berhubungan dengan ISIS, melainkan dengan PKK. Statistik yang tak kalah mencurigakan untuk serangan mendadak yang dilakukan oleh jet tempur Turki pada periode 23-26 Juli: mereka mengebom tiga target ISIS, namun jumlah target PKK dan YPG mencapai 400 target.

Next: Perubahan Sikap Erdogan