
Badan ruang angkasa AS memerlukan tambahan mesin roket RD-180 buatan Rusia sampai mereka mampu memproduksi di dalam negeri.
“Tanpa akses ke RD-180 kami membatasi kita dalam melakukan akses ke luar angkasa, melemahkan persaingan kami,” kata Kepala US Space Command Jenderal John Hyten 26 Juni 2015 pada sebuah sidang Komite Angkatan Bersenjata sebagaimana dikutip National Defense.
Sembilan mesin roket RD-180 yang tersedia saat ini, menurutnya, tidak akan menjamin akses Amerika Serikat ke ruang angkasa untuk memenuhi kebutuhan keamanan nasional, kata Hyten.
Permintaan Departemen Pertahanan untuk memenuhi 2012 pembelian tambahan RD-180 mesin roket memungkinkan ULA untuk berpartisipasi kompetitif sampai sistem peluncuran baru tersedia untuk memberikan kemampuan ruang yang diperlukan. Kongres sebelumnya melarang penggunaan mesin roket angkat berat buatan Rusia setelah 2019.
Sekarang, industri aeronautika bekerja untuk menghasilkan versi domestik, tetapi ada kekhawatiran bahwa pengganti tidak akan siap pada waktunya.
Saat ini hanya SpaceX, yang didirikan oleh miliarder Elon Musk, yang menawarkan jasa membangun roket angkat berat dengan mengembangkan Falcon Heavy. Padahal secara hukum tidak boleh hanya satu pihak yang menawarkan kemampuan untuk sebuah proyek. “Jika aturan [larangan menggunakan roket Rusia] tidak diubah, Amerika tidak akan memiliki akses ke ruang angkasa dan kompetisi hanya akan memberikan monopoli pada satu kelompok,” kata Tory Bruno, Presiden dan CEO United Launch Alliance, mengacu SpaceX.
ULA memproduksi sistem peluncuran Atlas V dan Delta IV, yang menggunakan mesin roket RD-180 buatan Rusia mesin, saat ini mesin itu membawa dua pertiga muatan keamanan nasional AS ke luar angkasa.