Tak Ada Kesepakatan Damai di Yaman

Tak Ada Kesepakatan Damai di Yaman

mesir yemen

Perundingan damai di Jenewa antara pihak-pihak yang berkonflik di Yaman berakhir, pada Jumat 19 Juni waktu setempat, tidak menghasilkan kesepakatan gencatan senjata.
Pesawat-pesawat tempur negara-negara Teluk yang dipimpin Arab Saudi akan terus membombardir kelompok bersenjata Houthi dan sekutunya, termasuk pasukan elit Penjaga Republik.

Konflik di Yaman secara keseluruhan telah menewaskan lebih dari 2.800 orang sejak negara-negara Teluk memulai serangan udara pada 26 Maret lalu. Persekutuan itu dibentuk untuk menghancurkan gerilyawan Houthi dan mengembalikan kekuasaan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

PBB kemudian mencoba mendamaikan kedua pihak tersebut dengan menggelar perudingan di Jenewa selama lima hari terkahir ini.
Mengenai negosiasi itu, menteri luar negeri dari kubu pemerintahan Hadi, Rieyad Yassin Abdullah, mengatakan bahwa perundingan di Jenewa tidak menghasilkan kemajuan berarti. Di sisi lain, dia masih yakin bahwa masih ada ruang untuk dikusi meski belum ada agenda pertemuan lanjutan.

“Sayang sekali bahwa delegasi Houthi tidak mengizinkan kami untuk mencapai kemajuan sebagaimana yang kami harapkan. Namun demikian bukan berarti perundingan ini gagal,” kata Abdullah kepada sejumlah wartawan.

Kubu pemerintahan Hadi sendiri menuntut penarikan pasukan Houthi dari kota-kota yang dikuasai di Yaman sebagai pra-syarat gencatan senjata.
Sementara itu dari kubu sang lawan, Hamza Al-Houthi, kepala delegasi Houthi dalam perundingan di Jenewa, menyalahkan Arab Saudi atas kegagalan negosiasi.

“Kami tidak mengatakan bahwa konferensi Jenewa ini gagal, tapi ini adalah langkah pertama. Selain itu, ada sejuga sejumlah aksi gangguan yang bertujuan untuk memastikan bahwa perundingan ini berakhir tanpa kesepakatan yang jelas,” kata dia. “Ada pihak-pihak agresor yang menghambat [perdamaian]. Kepala dari mereka semua adalah Arab Saudi,” kata Hamza.

Sementara itu utusan khusus PBB yang menjadi penengah, Ould Cheikh Ahmed, mengaku masih optimis terhadap masa depan perdamaian di yaman.”Terlihat jelas keinginan dari semua pihak untuk mendiskusikan persoalan gencatan senjata dan penarikan pasukan. Saya sendiri masih optimis dapat mencapai hal tersebut [pada perundingan selanjutnya] dalam beberapa waktu mendatang,” kata dia.

Yaman bergolak sejak kelompok Houthi mengangkat senjata dan merebut ibu kota, Sanaa, pada September tahun lalu. Mereka beralasan tindakan tersebut bertujuan agar presiden Hadi lebih inklusif dalam menjalankan roda pemerintahan.
Sejak saat itu, pasukan Houthi terus bergerak ke selatan dan akhirnya menguasai kota pelabuhan utama, Aden. Mereka juga berhasil memaksa presiden Hadi mengungsi ke Arab Saudi.

Sejumlah pihak menuduh bahwa Houthi mendapatkan dukungan dari Iran. Namun demikian mereka membantah tudingan itu. Menurut pengakuan mereka, tujuan utama Houthi adalah merebut kambali wilayah selatan yang kini dikuasai oleh kelompok teroris Al Qaeda.

Arab Saudi, yang khawatir akan menyebarnya pengaruh Iran di Timur Tengah, kemudian merespon dengan membentuk koalisi negara-negara Teluk untuk membombardir Houthi dengan pesawat udara.

Namun hingga kini, serangan-serangan tersebut belum mampu mengusir Houthi dari kota-kota yang dikuasainya.