Bukan rahasia lagi bahwa armada F/A-18 Hornet Angkatan Laut dan Korps Marinir AS telah benar-benar telah menjadi sayap mereka yang merana. Banyak pesawat yang jauh melampaui kehidupan desain mereka, dan perbaikan tidak bisa dilakukan dengan cepat.
Akibatnya, beberapa skuadron terlihat lebih seperti tempat pembuangan karena kanibalisasi berkelanjutan, dan tingkat ketersediaan rendah menjadi wabah dari armada. Tidak terkecuali Tim Demonstrasi US Navy, Blue Angels pun tidak kebal dari endemic ini.
Akhir pekan lalu di Rockford Airfest di Illinois, Blue Angel # 5, kehilangan slat manuver di sayap kiri selama demonstrasi. Jet mendarat dengan selamat, dan pilot mengambil pesawat cadangan dan kembali bergabung dengan demonstrasi beberapa menit setelah peristiwa itu terjadi.
Hanya seminggu sebelum insiden Rockford, salah satu dari Hornet Blue Angel juga telah menjatuhkan sepotong bagian pesawat saat bermanuver di Rochester, New York. Kali ini dari salah satu bagian sayap kanan jet, dan ditemukan oleh seorang nelayan lokal mengambang di rawa.
Isu Hornet yang makin tua, usang dan merana telah diperburuk oleh sejumlah faktor. Penundaan program F-35 telah menghasilkan kebutuhan untuk meng-upgrade struktur armada tempur Angkatan Laut, dengan beberapa F / A-18A / B / C / D telah melampaui batas terbang 6.000 jam menjadi 10.000 jam atau lebih. Pesawat ini juga harus mampu melayani sampai 2035, lebih lama dari rencana sebelumnya.
Selain itu, perang di Irak dan Afghanistan telah memaksa Hornet digeber lebih kencang. Meskipun telah secara perlahan-lahan ditutup sejumlah Super Hornet tambahan pembelian oleh Angkatan Laut sendiri.
Korps Marinir lebih parah lagi karena unit ini tidak pernah membeli Super Hornet, dan telah menempatkan semua anggarannya ke F-35, sebuah langkah yang telah menguras dollar mereka.Alhasil Hornet benar-benar dalam situasi sulit karena tidak ada dana. Belum lagi adanya kekurangan personel. Diperkirakan mereka kekurangan 10 persen personel untuk mengurus dan menjaga armada Hornet agar tetap layak terbang.
Selama ini banyak juga kritikan Angkatan Laut dan Marinir dipaksa melakukan misi berlebihan. Mereka harus menggunakan jet-jet tempur garis depan untuk misi yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pesawat yang lebih ringan dan murah.
Banyak pesawat tempur yang harus dibakar untuk membuat transit panjang dari Teluk Arab ke Afghanistan selama dekade terakhir, bahkan bertahun-tahun setelah invasi awal negara. Untuk wilayah dengan sistem pertahanan udara musuh sangat lemah, penggunaan pesawat mahal sesungguhnya tidak perlu dan hanya buang-buang duit saja.