Penggunaan media sosial secara ceroboh oleh ISIS harus dibayar mahal dengan serangan udara dan tiga JDAM [Joint Direct Attack Munitions] yang menghancurkan bangunan peneting mereka.
Menurut Angkatan Udara Jenderal Hawk Carlisle, Komandan Air Combat Command, penerbang Grup 361 Intelijen, Surveillance dan Reconnaissance di Hurlburt Field, Florida, mampu menemukan sebuah bangunan markas ISIS berkat komentar yang diposting di sosial media oleh militan.
“Orang-orang yang bekerja dari Hurlburt menyisir melalui media sosial dan mereka melihat beberapa orang tolol. Dan di beberapa media sosial, forum terbuka, membual tentang kemampuan perintah dan kontrol ISIS. Sekitar 22 jam kemudian tiga [Joint Direct Attack Munitions] menghancurkan seluruh bangunan “.
Meskipun Angkatan Udara AS tidak merilis informasi lebih lanjut tentang lokasi serangan itu, tetapi cerita ini cukup menarik karena membuktikan bahwa tidak hanya media sosial digunakan oleh ISIS untuk tujuan propaganda dan merekrut, tetapi juga digunakan oleh tim intel AS untuk mengidentifikasi target darat, melengkapi ISR (Intelligence Surveillance Reconnaissance) yang dilakukan dengan platform “biasa”, seperti satelit, spyplanes dan UAV (Unmanned Aerial Vehicles).
Tentara AS dan NATO selalu diingatkan akan risiko menggunakan media sosial, teknologi digital yang menanamkan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh musuh dalam berbagai cara. Masih OPSEC (Operasi Keamanan) pelanggaran terjadi.
Sebagaimana ditulis The Aviationist, pada tahun 2007 empat helikopter Apache hilang di Irak karena smartphone geotagging: gerilyawan mampu menentukan lokasi yang tepat dari AH-64 dan berhasil menyerang mereka karena beberapa prajurit telah mengambil gambar di flightline dan mengupload mereka (termasuk data geotagging) ke Internet.